Sulit sekali bagi saya menjelaskan kata-kata yang saya dapat dari buku dan kemudian membuat cerita ulang tentangnya. Banyak sekali yang harus diurai jika menurut dan sesuai pada silabus. Pada akhirnya hanya satu kata yang tetap memutar-mutar diotak saya, yaitu Pola.
Entah apa yang disebut pola dalam perspektif psikologi kognitif. Sebab dalam keseharian saya hanya memahami seperti kata pola pikir, pola permainan, pola gambar, pola bicara, pola pada desain baju, dan berbagai pola-pola lainnya yang terjadi dan ada disekitar kita. Namun ketika itu menjadi satu kata saja yaitu pola, jika diulang-ulang satu kata itu saja, pasti terasa aneh dan seperti ada yang tertinggal. Tidak dapat mengelak, 2 buku tebal ditangan telah membahasnya habis-habisan. Tetap sajayang dapat saya simpulkan adalah: Pola itu ya cuma soal gambar dan bentuk-bentuk. Soal garis-garis dankotak-kotak dan kawan-kawannya.
Maka dengan cermat, sekali lagi saya perbaiki pola membaca saya yang hanya menoleh kanan-kiri tanpa peduli kata-kata lebih dalam untuk pemahaman, dan dari situ jugalah saya faham, bahwa pola sangat berpengaruh, apapun itu. Hingga tanpa sadar pula, saya menggunakan pola untuk memprogram kinerja baca saya.
Oleh karnanya, setidaknya adakan dulu pengertian apa itu pengenalan pola. Stephen K. Reed (2011) dalam bukunya mengatakan bahwa pengenalan pola adalah kecepatan persepsi pada saat sebuah stimulus diidentifikasi. Kemudian, memberi perhatian merupakan hal penting sebagai tindakan filter (penyaring) yang akan menentukan pola mana yang akan dikenali dan yang tidak. Apalagi jika pola itu datang secara bersamaan, meskipun dapat dikenali, namun hanya beberapa pola sajayang akan diingat sedangkan yang lain akan dilupakan segera. Inilah yang dimaksud dengan atensi sang penyeleksi pola-pola.
Mengenai pengenalan pola (pattern recognition) adalah mengenai bagaimana orang mengidentifikasi objek-objek yang ada dilingkungannya. Bahkan, untuk mengenali objek dapat diawali dengan pengenalan terhadap pola terlebih dahulu. Kemudian diikuti kesimpulan terhadap bentuk keseluruhan (pemrosesan bottom-up), namun dapat pula diawali dengan dibentuknya suatu hipotesis yang dibuat oleh pengamat, yang menyebabkan pengenalan terhadap keseluruhan pola dan diikuti pengenalan komponen-komponen pola (pemrosesan top-down).
Baiklah, 3 teori akan membantu menjelaskan untuk pengenalan pola. Pertama adalah teori template, yaitu teori yang mengusulkan bahwa pola-pola tidak “diuraikan semua”. Adalah pola yang tidak dianalisis yang dicocokkan dengan pola alternatif dengan menggunakan kecepatan kelengkapan sebagai ukuran kesamaan. Sebagai contoh, kita dapat mengetahui dari teori template bahwa huruf besar P dan R adalah sama karena salah satu pada hakikatnya tumpang tindih dengan yang lainnya. Akan tetapi, untuk mengetahui bagaimana dua pola ini berbeda, kita harus dapat menganalisi atau meggambarkan huruf-huruf tersebut.
Selanjutnya adalah teori ciri. Merupakan suatu teori pengenalan pola yang menggambarkan pola kedalam bagian-bagian atau ciri-cirinya. Teori ciri sangat tepat untuk menggambarkan perceptual learning (pembelajaran perseptual). Menurut Gibson (1969) bahwa pembelajaran perseptual terjadi melalui penemuan ciri-ciri yang membedakan satu pola dengan pola yang lainnya. Teori ciri ini seringkali diuji dengan menentukan seberapa baik teori tersebut dapat mengatasi kebingungan perseptual.
Ketiga, teori struktural yang menjadi penentu bagaimana ciri dari sebuah pola bergabung dengan ciri lain dari pola tersebut. Clowes (1969) menyebutkan bahwa teori struktural menekankan pada hubungan antar ciri. Teori ini menyajikan deskripsi sebuah pola dengan lebih lengkap dan utamanya berguna dalam mendeskripsikan pola-pola yang mengandung garis-garis yang saling memotong. Jadi, ketiga teori ini menempati posisinya masing-masing sebagai pembantu penjelas bagaimana itu pengenalan pola. Jika pola tidur adalah dianggap “pola=kebiasaan atau aturan” dsb, maka sebenarnya pola dalam kognitif adalah serangkaian kerja otak, kecepatan, kelengkapan, pemahaman, dan keputusan yang diambil pada akhirnya: “apa itu sesungguhnya”.
Maka apapun itu, lakukan pengenalan dulu. Pahami dulu. Dan lakukan penyaringan terlebih dahulu. Setidaknya, tidak mentah kita menerima, apapun itu. Bisa membantu menyimpulkan? Mari berdiskusi J
Saya akan sangat berterimakasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H