Semenjak adanya wabah pandemi Covid-19, semua kegiatan seolah menjadi serba online. Dari yang bekerja maupun yang sekolah. Proses pembelajaran kini dialihkan menjadi berbasis online. Tak hanya di tingkat Perguruan Tinggi, Sekolah tingkat Menengah dan tingkat Dasar pun dituntut untuk menerapkannya. Bahkan, yang masih di jenjang pendidikan kanak-kanak pun, diterapkan model pembelajaran yang serupa.
"Long Distance Learning malah bikin pusing" ternyata memang benar adanya, namun, sebenarnya hal ini karena kita belum terbiasa. Selain karena penggunaanya yang bisa di bilang cukup rumit/membingungkan, kendala sinyal juga menjadi penyebab sistem ini tidak bisa berjalan mulus selayaknya pembelajaran offline. Tak berhenti disini, banyaknya pembebanan tugas dari para guru juga membuat para siswa semakin pusing. Sering penulis temui keluhan demi keluhan. Tak hanya dari siswa, bahkan para orang tua siswa pun seolah dibikin 'pusing' juga dengan tugas-tugas anak mereka. Sebab, pada nyatanya, mayoritas siswa hanya mengandalkan orang tua mereka dalam mengerjakan tugas. Kebanyakan, para siswa tingkat Dasar dan Menengah dibebani dengan tugas berupa mengerjakan seluruh soal dalam buku acuan yang telah disepakati sekolah, seperti LKS pada masing-masing mata pelajaran.
Jika memang model pembelajaran secara online adalah satu-satunya cara yang dirasa paling efektif digunakan pada saat ini, maka, sudah seharusnya para guru menjalankan tugas sebagaimana mestinya. Tidak kemudian serta merta membebankan banyak tugas pada siswa, yang kemudian di kumpulkan pada waktu (deadline) yang sama. Para siswa tidak hanya menempuh satu mata pelajaran saja, dan tentunya para guru sudah mengetahui hal ini. Dan lagi, para siswa juga tentunya memerlukan bimbingan dan penjelasan materi dari guru. Para guru mestinya memahami hal ini. Sebab, kewajiban mereka bukan hanya mengajar tapi juga mendidik.
Ditambah lagi, ada banyak dampak negatif dari pembebanan tugas yang berlebihan pada siswa. Khususnya dalam aspek kesehatan psikologis siswa. Banyak siswa yang merasa kelelahan karena mengerjakan tugas-tugas mereka hingga larut malam. Bahkan ada yang sampai sakit karena terlalu terbebani oleh banyaknya tugas. Hal ini tentunya memungkinkan terjadinya stress pada siswa. Di sini, guru benar-benar dituntut untuk memahami para siswa. Sebab, guru memiliki wewenang dalam hal ini.
Maka dari itu, solusi yang penulis rasa mampu mengurangi ke-pusing-an siswa dan orang tuanya adalah dengan tidak mengubah semua pertemuan menjadi tugas. Jadi, bisa di sistem dengan cara pertemuan pertama diisi dengan pemberian materi, pertemuan kedua evaluasi hasil materi pertama (tugas), atau dengan sistem yang lain. Asal guru tetap mengadakan pertemuan online melalui video. Bisa dengan video secara langsung maupun dalam bentuk rekaman. Asalkan dalam pertemuan tersebut guru menjelaskan beberapa materi. Dengan begini, guru tetap menjalankan peran gandanya, dan murid bisa mendapatkan hak belajar mereka (mendapat ilmu). Sehingga, Long Distance Learning tidak terlalu membuat pusing.
Terimakasih, Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H