Pada tahun 1957 Deklarasi Juanda, Indonesia telah di tetapkan sebagai negara kepulauan yang secara khas memiliki corak tersendiri. Hal demikian diperkuat dengan diterimanya secara legal saat Konvensi Hukum Laut yang di selenggarakan di Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Yakni, United Nation Convetion on The Law of The Sea (UNCLOS) pada tahun 1982. Indonesia dengan total luas laut 5,8 juta km, dengan panjang pantai 95.181 km dan 17.504 pulaunya menegaskan jika 70% wilayah Nasional Indonesia sebagian besar berisikan laut. Sehingga secara legal berdasar regulasi yang ada perairan Indonesia termasuk kedalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
Namun nyatanya, kekuatan hukum international sekalipun tersedia, konflik perselisihan terhadap pengklaiman atas salah satu wilayah perairan di Indonesia masih terjadi. Konflik antara Natuna dan China Selatan dalam rentang waktu beberapa tahun belakangan hingga saat ini masih jadi perbincangan serius dalam konflik ke maritiman internasional.Â
China mendaku jika perairan Natuna adalah miliknya, pasalnya, yang menjadi perosalan adalah adanya pengklaiman secara sepihak diberikan jika Perairan Natuna adalah wilayah selatan perairan dari China.Â
China menganggap jika Natuna merupakan bagian dari demarkasi sembilan garis putus-putus atau the nine dash line. Pengklaiman ini terjadi saat tahun 1947 dan kembali di perkuat pada tahun 1953. Bahkan saat ini China kembali mengeluarkan peta rute terbarunya, dengan mengganti the nine dash line menjadi the ten dash line atau sepuluh garis putus-putus.
Perairan Laut Natuna adalah perairan yang terletak di sebelah utara Kabupaten Natuna. Perairan ini berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan bagian selatan dan Teluk Thailand pada bagian timur laut. Serta kawasan laut ini bersinggungan dengan batsa laut ZEE dua negara ASEAN yaitu, Vietnam dan Malaysia. Klaim kepemilikan laut Natuna atas regulasi China adalah pengklaiman secara sepihak.Â
Pasalnya, regulasi yang digunakan adalah regulasi yang di tetapkan sendiri tanpa adanya pengakuan dari pihak negara manapun. China menentukan batas-batas wilayah perairannya sesuai dengan kesepakatannya sendiri. Hal demikian bermula pada tahun 1947 saat menetapkan 9 garis putus-putus atau disebut dengan istilah "cow's tongue."
Merujuk pada ketetapan ZEE dan UNCLOS telah memberi penegasan secara legal bahwa sejatinya Laut Natuna merupakan wilayah perairan Indonesia dan diakui oleh seluruh dunia.Â
Sehingga pemerintah Indonesia mesti dengan berani mengambil sebuah tindakan atas aktivitas China yang berkeinginan merebutnya. Ini bukan hanya sebuah masalah teritori atau batasan, jauh daripada itu, ini menyangkut soal kedaulatan. Apa yang membuat Indonesia tidak memberi manuver besar dalam merespon dan memperingati tindakan China? Apakah tidak ada cela yang mampu membuat China harus terpukul mundur terhadap perlawanan Indonesia dalam merebut haknya?.
Belt Road Initiative (BRI) agaknya menjadi asumsi dasar mengapa perlawanan Indonesia tidak sampai pada titik puncak keberanian dalam mengambil tindakan terhadap China. Â
Belt and Road Initiative (BRI) merupakan mega proyek lintas benua yang dimiliki oleh China, dimana China menawarkan sejumlah kerjasama antar negara dengan memberikan investasi langsung sekitar US$90 miliar, dari segi infrastruktur dan Uang. Dan Indonesia total pinjaman yang dilakukan Indonesia ke China sebesar US$21 Milliar terhitung sejak September 2023.Â
Kemudian, tercatat ada ratusan perjanjian yang tersebar dari 125 Negara baik dari Asia, Eropa, Afrika dan Amerika Latin. Ini juga merupakan bagian dari strategi yang disebut sebagai "String of Pearls" dimana Cina membangun kerjasama antar negara dengan mendirikan pelabuhan-pelabuhan di beberapa titik perairan bagian selatan Cina.