Hampir tak bisa ditolak, Handphone (HP) adalah instrument baru saat ini dalam hidup kita. Ia hampir mengontrol kehidupan kita. Ia juga hampir menjauhkan kehidupan sosial kita yang dekat dan mendekatkan kehidupan kita yang jauh. Ada banyak nurturant effect (efek penyerta) yang dibawa oleh “binatang” bernama hape ini. Bisa efek positif, pun demikian efek negatif.
Sejak saya mengenal HP pada pertengahan tahun 2000, saya adalah orang petama yang memiliki HP di keluarga saya. Di komunitas saya pun, saya dibilang orang yang pertama yang memilikinya. Saya mengenal HP ini pada saat tinggal di pesantren tahun 1999 dan saat itu datang santri baru anak dari anggota DPR yang pernah direbut palu sidangnya pada tahun 2015an. Ya, anak dari Ceu Popong Junjunan. Ia adalah sahabat saya, A Wibi Djunjunan.
Saat itu saya menganggap HP adalah alat baru tentang tingkat status sosial dan ekonomi seseorang. Semakin ia memiliki nomor HP, maka semakin tinggilah status ekonomi seseorang. Semakin ia menelpon atau mendapatkan telepon, maka semakin banyaklah uangnya. Semakin ia mengirim dan menerima SMS, maka semakin kaya lah ia. Jadi HP adalah mutlak dimiliki oleh orang yang berduit. Bagi saya yang tak tebal dompetnya, mana bisa.
Dengan berjalannya waktu, HP telah bertransformasi menjadi barang yang bukan lagi indikator kekayaan seseorang. Sejak saya ngebet dengan binatang ini, saya berupaya untuk membelinya. HP pertama saya adalah Ericsson lipat (seperti yang A Wibi bawa saat itu). Dengan membeli kartu perdana yang super mahal, saat itu saya membeli kartu Simpati dengan 250 ribu, lebih mahal dengan Xl yang saat itu 180 ribu, saya memaksa untuk membelinya dengan ngap-ngap an. Bila dibanding dengan sekarang, saya rasa saya orang bodohlah yang berani membayar harga kartu perdana semahal itu.
HP adalah barang langka dan hanya mahasiswa yang beruntung saja yang memilikinya. Apakah saya beruntung saat itu? Sebenarnya iya. Dengan uang yang sangat minim, saya wajib memilikinya karena sebagai presiden mahasiswa yang selalu dibutuhkan oleh para dosen, dekan hingga rektor. Jadi untuk menyeimbangkan daya tawar saya, terpaksa saya menyisihkan SPP kuliah saya untuk dijadikan modal HP. Ternyata benar, dengan HP uang semesteran saya dari mulai semeter III sampai akhir tak pernah dibayar karena ada beasiswa mahasiswa pintar dan aktif. Alhamdulillah, HP telah membantu saya menjadi penerima beasiswa itu.
Itulah sejarah saya memiliki HP. Saat itu, layanan operator yang sangat “murah”adalah SMS. Sekali mengirim sms, kita harus bayar 350 rupiah. Jadi kalau punya uang 1000, maka hanya bisa mengirim dua SMS, itupun kita harus menghitung tidak boleh lebih dari 160 karakter. Bila lebih, maka kita rugi. Siasatnya adalah, setiap kata harus disingkat. Dengan SMS ini pula saya bisa merayu calon istri saya, yang sekarang jadi istri. Setiap hari saya menunggui HP dengan berharap ada SMS atau Call yang masuk. Bila tidak, saya cukup membaca berkali-kali SMS yang ada di inbox, utamanya SMS dari si Cinta.
Jadi bagi saya, HP telah merubah saya dalam segala bidang, baik dari pembiayaan kuliah, perjodohan, pengiritan biaya, dan saat ini saya bersemangat untuk menulis. HP telah menjadi bagian terpenting dalam hidup saya, dan saya tidak bisa lepas dari HP. Bila saya berangkat kerja, lalu HP tertinggal, saya mewajibkan untuk pulang. Hal ini berbeda dengan barang lain, bila saya ketinggalan buku, saya tak usah pulang. Karena saya merasa bahwa HP adalah jiwa saya dan saya tidak bisa hidup tanpa HP.
Seorang motivator kawakan favorit saya pernah berkata, “orang Amerika akan meninggalkan HP pada saat liburan, mereka tidak mau di ganggu. Orang Indonesia, liburan pun selalu bawa HP, dan tidak bisa lepas dari HP-nya”. Saya mengiyakan, karena saya pun merasa begitu. Hal itu saya buktikan ketika “murid” Amerika saya si Shane dan Torry tidak begitu mementingkan HP. Kalau mereka menemui saya di kelas bahasa, ia tidak membawa HP. Sepertinya, hidup mereka tidak mau dikontrol oleh HP. Kita dengan mereka, beda kan?
Baiklah, saya harus masuk ke analisis saya tentang HP yang saat ini sudah mengubah atau tepatnya mengontrol hidup saya dan mungkin Anda. Sejak munculnya perubahan format dari featur phone ke smart phone wabil khusus Android dan i-Phone serta banyaknya aplikasi medial sosial yang disusupkannya, maka HP telah menguasai hidup kita. Kalau dulu telepon dan SMS adalah yang paling fungsional dan efektif dalam HP, sekarang aplikasi lah yang banyak digunakan. Mereka membutuhkan paket data. Makanan aplikasi data yang terhubung ke internet itu membutuhkan nutrisi data yang berbiaya lumayan mahal.
Dalam analisis ini, saya bagi dua kontrol HP dalam kehidupan kita, dari sisi positif dan dari sisi sebaliknya. Pertama sisi positif HP. (1) HP bermetamorfosis menjadikan dunia paperless (tanpa kertas). Kita tahu bahwa membuat kertas adalah proses yang panjang. Pengusaha kertas harus menggunduli hutan kita demi bahan baku kertas bernama pulf. Dengan HP, setiap informasi yang sangat deras itu cukup butuh monitor dan tentu saja daya batrei dengan konsumsi listrik yang tidak terlalu besar. Perubahan paper ke paperless telah merubah prilaku kita menjadi lebih efisien dan yang terpenting menyelamatkan hutan kita.
(2) HP telah menjadi aras media informasi yang efektif, efisien dan interaktif. Dulu diskusi membutuhkan akomodasi berupa ruang, waktu, konsumsi dan media yang super mahal. Saat ini melaui diskusi group via WhatsApp (WA) misalnya, diskusi bisa dilakukan apa saja dan kapan saja. HP telah merubah hidup kita yang strukturalis ke fungsionalis. Kita bisa mendapatkan informasi yang sangat deras dan benar-benar menjadi manusia yang terbuka dan informatif. HP benar-benar bermanfaat.