Jalan Kiai Telingsing, adalah salah satu nama jalan yang ada di Kudus. Siapa sebenarnya Kiai Telingsing ini?. Ternyata Kiai Telingsing adalah seorang ulama yang berasal dari China yang memiliki tujuan untuk menyebarkan agama Islam di Indonesia, terutama di daerah Kudus. Kiai Telingsing merupakan putra dari Sunan Sungging, warga Arab yang pernah tinggal di Kudus. Sunan Sungging kemudian berkelana ke Tiongkok dan akhirnya menikah dengan perempuan dari negeri Tiongkok. "Dari buah perkawinan tersebut lahirlah Kiai Telingsing yang mempunyai nama asli Tee Ling Sing" ujar H. Munawir, juru kunci makam Kiai Telingsing. Selain kesaksian juru kunci, kami juga turut mendengarkan kisah yang disampaikan oleh warga sekitar makam Kiai Telingsing. Mereka bercerita bahwa Kiai Telingsing juga pandai dalam bidang seni ukir. Kiai Telingsing tidak hanya menyebarkan ajaran Islam saja, tetapi juga mengajari masyarakat tentang seni ukir kayu. Kisah Kiai Telingsing juga dibahas dalam buku karya Sri Indrahti yang berjudul 'Kudus dan Islam: Nilai-nilai Budaya Lokal dan Industri Wisata Ziarah (2022).
Kiai Telingsing adalah sosok yang hidup dalam kesederhanaan dan ketekunan dalam mengejar ilmu agama. Beliau dikenal sebagai seseorang yang rendah hati, bijaksana, dan penuh dengan keikhlasan dalam beribadah. Meskipun hidup dalam kemiskinan, Kiai Telingsing tetap gigih dalam menuntut ilmu dan mengajarkannya kepada masyarakat sekitar. Kiai Telingsing sangat ahli dalam hal mengukir (sungging), sehingga Sunan Kudus memberi tugas kepada beliau untuk membuatkan cendera mata untuk diberikan ke raja-raja. Saat itu Sunan Kudus meminta agar Kiai Telingsing membuat sebuah kendi yang terdapat ukiran kaligrafi. Kiai Telingsing menyanggupi hal tersebut, hanya saja kaligrafi itu dibuat di dalam kendi. Merasa tidak mengikuti perintah Sunan Kudus, kemudian Sunan Kudus memecahkan kendi tersebut. Sontak Sunan Kudus kagum karena terdapat lafaz syahadat di dalam kendi tersebut. Hal tersebut merupakan ben-tuk kesaktian Kiai Telingsing dalam mengukir atau sungging. Sehingga di daerah Kudus terdapat satu desa bernama desa Sunggingan. Kisah perjalanan Kiai Telingsing berakhir pada tanggal 15 Muharam, yang sampai sekarang masih diperingati. Makam Kiai Telingsing berada di Kelurahan Sunggingan, Kudus. Jarak dari pusat Kota Kudus sekitar 1,5 kilometer atau berkendara sekitar 4 menit saja. Makam Kiai Telingsing berada di tengah pemukiman warga. Bangunannya masih asri, tampak tumpukan bata berwarna merah yang masih terawat.
K.H Arwani Amin Kudus
Beberapa orang pasti tidak asing lagi ketika mendengar kata "Buku Yanbu'a", buku yang digunakan sebagai pedoman awal dalam mempelajari Al-Qur'an oleh banyak yayasan pendidikan. Pondok tahfiz Yanbu'ul Qur'an adalah tempat diterbitkannya buku tersebut, yang mana pendiri pondok tersebut adalah KH. Arwani Amin. Beliau merupakan seorang ulama yang memiliki banyak peran penting pada kemajuan pendidikan Islam, khususnya di kota Kudus. KH. Arwani Amin lahir pada hari Selasa Kliwon pukul 11.00 siang tanggal 15 Rajab 1323 H bertepatan dengan 05 September 1905 M di Desa Madureksan Kampung Kerjasan Kota Kudus Jawa Tengah. Beliau merupakan putra ke-2 dari pasangan H. Amin Said dan Hj. Wanifah.
Nama asli beliau sebenarnya adalah Arwan, namun sejak kepulangannya dari haji yang pertama pada tahun 1927 M, di belakang namanya menjadi 'Arwani'. Sementara Amin bukanlah sebuah gelar, melainkan nama dari Ayah beliau H. Amin Said. KH. Arwani Amin lahir di lingkungan yang sangat taat beragama (religius). Kakek dari ayahnya adalah salah satu ulama besar di Kudus, yaitu KH. Imam Kharamain. Beliau juga merupakan keturunan pahlawan nasional yang juga ulama besar Pangeran Diponegoro yang bernama kecil Raden Mas Ontowiryo dari nasab Ibu. Menurut KH. Sya'roni Ahmadi, kelebihan KH. Arwani Amin datang dari orang tua beliau yang sangat cinta membaca Qur'an meskipun bu kan penghafal Qur'an. Setidaknya seminggu sekali mereka pasti mengkhatamkan Al-Qur'an. Selain dari barokah orang tuanya, KH. Arwani Amin juga seorang yang haus akan ilmu, hal ini dibuktikan dengan perjalanan Panjang beliau yang berkelana ke berbagai daerah untuk mondok dan berguru pada ulama-ulama.
Setelah lulus pendidikan madrasah dan pondok pesantren di Muawanatul Muslimin yang didirikan oleh Sarekat Islam, beliau meneruskan mempelajari ilmu agama Islam ke berbagai pesantren di Solo, Klaten, Jogjakarta, dan Jombang. Ketika KH. Arwani Amin pergi ke berbagai kota untuk menimba ilmu, beliau merupakan sosok yang cerdas, santun, dan berperangai halus sehingga para kyai merasa sayang kepada beliau. Selain itu, KH. Arwani Amin juga dikenal sebagai sosok yang tekun dalam beribadah. Setelah lulus nyantri dari Pesantren al-Munawir Krapyak Yogyakarta, beliau mulai mengajarkan Al-Qur'an pertama kali di Masjid Kenepan Kudus sekitar tahun 1942. Pada awal-awal mengajar, santri beliau kebanyakan dari luar kota kudus, Namun seiring berjalannya waktu, santri beliau semakin bertambah banyak. Setelah memiliki banyak santri, beliau kemudian mendirikan sebuah pondok pesantren yang diberi nama Yanbu'ul Qur'an, yang memiliki artisumber Al-Qur'an. Pondok pesantren ini didirikan pada tahun 1393 H atau 1979 M. KH. Arwani Amin menikah dengan Ibu Nyai Naqiyul Khud pada tahun 1935. Kemudian pada tanggal 25 Rabiul Akhir 1415 H bertepatan tanggal 01 Oktober 1994M, KH. Arwani Amin wafat dalam usia 92 tahun. Beliau dimakamkan di komplek pondok pesantren Yanbu'ul Qur'an Kudus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H