Mohon tunggu...
zaki fuad
zaki fuad Mohon Tunggu... Freelancer - orang tua

Saya hanya orang biasa. Suka membaca, menulis dan mengamati.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membangun Manusia

12 Juli 2024   06:38 Diperbarui: 12 Juli 2024   06:45 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang teman mengundang saya menghadiri peringatan Internasional Fire Fighters Day di Balikpapan. Kegiatannya berisi pembukuan rekor MURI oleh Pertamina. Di mana peserta mengikuti simulasi penanganan bencana kebakaran serentak. Total ada 1.300 orang yang terlibat secara nasional. Di PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Unit Balikpapan saja tercatat 250 orang yang berpartisipasi. Pihak panitia menyiapkan 100 drum berisi bahan bakar. Lalu ada selimut yang menjadi alat pemadam api.

Usai kegiatan, General Manager PT KPI Unit Balikpapan, Arafat Bayu Nugroho menyebut simulasi ini bagian dari mitigasi (pengurangan risiko). Artinya para peserta diharapkan mampu menjadi pemadam api sejak awal. Tanpa menunggu api membesar dan petugas berdatangan. Apalagi lokasi kerja Pertamina di Balikpapan saja berdampingan dengan pemukiman warga. Otomatis perlu ada kelompok warga yang siaga terhadap bencana.

Sifat kegiatan ini, menurut Arafat sebagai edukasi dini. Khususnya kepada pekerja dan masyarakat. Pihak Pertamina juga rutin melakukan pembinaan secara berkala. Mulai dari penanganan bahaya kebakaran skala ringan hingga besar. Intinya memang pada kondisi siap siaga. Karena tak satu orang pun bisa memprediksi kejadian kebakaran. Itu bisa terjadi kapan dan di mana saja. Makanya semua karyawan dan masyarakat yang ada di ring 1 Pertamina wajib waspada kebakaran.

Bagi saya kata kuncinya adalah manusia. Sebaik apapun sebuah sistem akan percuma tanpa pelaksana. Bahkan penghancurnya juga orang pastinya. Berarti bisa jadi membangun manusia harus lebih duluan. Atau bisa juga bersamaan dengan pembangunan sistemnya. Lagu kebangsaan Indonesia Raya saja mengamanatkan pembangunan jiwa dan badan. Susunannya jiwa dulu baru badan itu merujuk pada individu seseorang.

Tapi memang beda-beda kelakuan manusia. Di jalan raya saja kita bisa saksikan  pengendara motor melawan arah, merokok sambil menyetir, buang sampah sampai berkelahi sesama pengendara. Bahkan di bus tayo saja ada orang tak punya hati. Oiya itu sebutan bus angkutan massal di Provinsi Kalsel. Semacam trans Jakarta lah. Ada segelintir orang yang cuek saja saat kaum lansia, ibu hamil atau ibu bawa anak tak dapat tempat duduk.

Jika anda sering naik angkutan massal pastinya pernah melihat pemandangan seperti itu. Belum lagi tontonan di TV yang berubah jadi tuntunan. Mereka yang duduk di jajaran elite malah memberi contoh minus. Prilaku koruptif, asusila dan penyalahgunaan kekuasaan jadi pemandangan sehari-hari. Bukannya memberikan teladan terhadap generasi muda. Lantas, manusia macam apa orang Indonesia?

Lihat saja rilis Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023. Mereka mencantumkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun lalu naik 0,62 poin. Hasilnya IPM kita mencapai 74,39 dari sebelumnya 73,77. Indikatornya berasal dari empat unsur. Yakni umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan serta standar hidup layak. Dari situ BPS menyebutkan parameter sebatas tampilan fisik. Itu yang menjadi kesimpulan pembangunan manusia Indonesia menunjukkan tren meningkat.

Di sisi lain, saya pernah menonton sebuah podcast di youtube. Tamu undangannya menyampaikan hasil survei tentang orang Islam. Memang tidak menyebut identitas lembaga surveinya. Tapi saya tertarik dengan angkanya. Data itu membahas tentang muslim dan sholatnya. Muslim yang sholat 5 waktu dan berjamaah di masjid cuma 2%. Lalu yang sholat 5 waktu kadang berjamaah ke masjid sebesar 23%. Disusul muslim yang sholat 5 waktu tapi tidak berjamaah mencapai 36%. Sisanya ada yang sholatnya belang kambing. Bahkan tidak sama sekali.

Memang kita sama-sama melihat masjid banyak terbangun. Tinggal mengisi dan memakmurkan aja lagi. Artinya perlu menghadirkan orang Islam ke tempat ibadahnya. Jangan sampai masjid yang berdiri megah lalu kosong jamaahnya. Kalau boleh main hitungan. Kira-kira banyakan orang datang ke kantor, pasar, konser, mall atau ke masjid. Meski yang datang kesitu mungkin KTP-nya tertulis Islam juga.

Makanya Buya Hamka pernah menyebut dua jenis muslim. Dia memberikan dua gambaran berbeda terhadap pemeluk Islam tersebut. Kata beliau kalau ada muslim yang datang sholat hari raya Idul Fitri itulah orang Islam. Tetapi jika mau melihat orang beriman maka datanglah ke masjid ketika shalat subuh. Nah ini bisa jadi renungan kira-kira kita masuk jenis manusia yang mana. Selamat Hari Jumat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun