Seperti pelatihan make up online, mulai dari Rp. 500 ribu, membuat konten Youtube Rp. 300 ribu, membuat mpek-mpek Rp. 600 ribu, membuat kroket Rp. 400 ribu, menjadi barista, Rp. 500 ribu, pelatihan ojek online Rp. 1 Juta, hingga pelatihan memancing Rp. 700 ribu. Padahal beberapa pelatihan tersebut bisa dicari dengan gratis di Google ataupun Youtube, kenapa harus berbayar?
Selain persoalan tersebut, Kartu Pra Kerja ini sepertinya terlalu memaksakan sebuah program baru. Sebuah program yang sebenarnya sudah dimiliki oleh Pemerintah pusat dan daerah.Â
Karena pada intinya, pemerintah sedang berupaya mencarikan solusi atas tingginya angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia. Ini bukan hal yang baru bagi pemerintah dan sudah ada unit kerja yang bisa menjawab permasalahan ini. Balai Latihan Kerja (BLK) adalah salah satunya.
Kenapa tidak dimanfaatkan BLK ini? Jika ada yang menilai bahwa selama ini BLK kurang optimal, ya dioptimalkan saja. Diperbaharui, ataupun direstrukturisasi modelnya. BLK yang sudah ada disetiap daerah tinggal diberikan sentuhan kekinian dari pemerintah.Â
Misalkan, dengan menerapkan pola administrasi yang tidak rumit, persyaratan yang tidak kaku, kemudian menggunakan model-model pelatihan baru yang menyesuaikan dengan situasi dan kondisi terkini di lokal maupun internasional. Mungkin ini adalah salah satu solusi paling jitu, dari pada membuat sebuah program baru yang belum bisa diukur keluarannya.
Selain itu, BLK bisa dinilai lebih efektif, karena para peserta mengikuti pelatihannya secara langsung, tidak secara online. Sehingga para peserta bisa mempraktekannya dan bisa dibimbing langsung oleh para pelatih.
Kelebihan BLK lainnya adalah, mereka telah banyak bekerjasama dengan perusahan-perusahaan di Indonesia, sehingga nantinya para peserta pelatihan dapat direkomendasikan kepada perusahaan tersebut untuk bekerja.
Sedikit menggelitik memang. Karena tidak mungkin Pemerintah tidak mengetahui hal ini. Apa mau dibubarkan saja itu BLK kedepannya? Dengan banyaknya jumlah aset dan anggaran yang telah digelontorkan pada BLK selama ini, rasanya tidak mungkin.Â
Tapi apakah bisa dipertahankan? Karena toh program dan keluarannya sama dengan Kartu Pra Kerja. Jangan sampai pemerintah mengeluarkan dua anggaran untuk satu program dan tujuan yang sama. Salah itu namanya.
Pemerintah semestinya jangan terburu-buru mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru, terutama menyangkut hajat hidup orang banyak. Boleh saja jika ini adalah upaya merealisasikan janji politik, namun apabila masih bisa dikolaborasikan dengan kebijakan yang telah ada, tentu akan lebih baik.Â
Jangan sampai masyarakat menerka bahwa program ini hanya menjawab kebutuhan sekelompok kalangan, bukan menjawab kebutuhan mereka. Karena bisa dipastikan, bahwa dukungan politik ketika berkampanye pasti sarat akan kepentingan. Kepentingan siapa saja? Wallahu'alam.