KALIMANTAN TENGAH— Presiden Jokowi sedang melakukan kunjungan kerja ke Kalimantan Tengah, pada Kamis (9/7/2020) pagi. Kunjungannya itu dalam rangka peninjauan lahan terkait pelaksanaan program ketahanan pangan nasional yaitu food estate atau lumbung pangan baru. Lokasi program direncanakan di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau. Food estate dikatakan dapat meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. Lalu kalian apakah sudah tahu tentang Food Estate itu apa ? Launching indonesia.go.id, Food Estate merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi meliputi pertanian, perkebunan bahkan peternakan dalam suatu kawasan. Menurut Sigit, lahan yang digunakan untuk food estate ini merupakan bekas proyek lahan gambut (PLG). Salah satu alasan pemerintah mengembangkan eks PLG, imbuhnya, adalah perluasan lahan untuk cadangan pangan nasional. “Apalagi dengan adanya Covid-19, FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) ini sudah mengingatkan kemungkinan akan ada krisis pangan di dunia,” ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (9/7/2020).
Peningkatan Cadangan Gabah Nasional Ia melanjutkan, negara-negara penghasil pangan tidak mau menjual pasokan pangan sehingga membuat Indonesia dan negara pengimpor pangan lainnya mengalami krisis. Oleh karena itu, diharapkan adanya lahan food estate dapat menambah cadangan gabah nasional. Bahwa Ia mengatakan, cadangan pangan sebenarnya tidak hanya beras. Ada jagung, umbi-umbian dan sebagainya. Indonesia memiliki ragam makanan lokalnya yang sangat kaya. Namun sejak era Orde Baru, masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan beras, dan beras jenis ini terus berlanjut hingga saat ini. Ia mengatakan dampaknya secara politik, dan stok beras menjadi masalah stabilitas politik di Indonesia. Presiden Jokowi bahkan memerintahkan Departemen Pertahanan untuk turun tangan.
Sigit mengatakan sebenarnya pemerintah perlu berhati-hati dalam mengelola pertanian pangan di Kalimantan Tengah. Ini karena rawa-rawa, khususnya lahan gambut, sangat rapuh dan beragam. Apalagi mantan PGL yang gagal. Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah dilakukan penelitian di wilayah Pulang Pisau yang akan dijadikan sebagai gourmet area. Tetapi gagal dan menteri ditangkap oleh Kuomintang. Isu yang berkaitan dengan lingkungan Sigit menjelaskan, lahan eks PLG dinilai kurang optimal. Artinya, kesuburan lahan terdegradasi rendah dan tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal. Ia menjelaskan, pengelolaan food house dipengaruhi oleh tren. Oleh karena itu perlu dijaga kualitas air dan drainase melalui teknik pengelolaan air yang baik.
Menurut informasi yang diterimanya, sebagian besar lahan di Pulang Pisau sudah berupa tanah mineral. Ia menduga, hal itu berarti gambut telah hilang akibat proses drainase besar-besaran selama PLG berlangsung selama 25 tahun sejak 1995. Sebab, kawasan itu bisa mengalami kekeringan dan banjir. Apalagi saat musim hujan dan banjir , katanya. Kata profesor teknik irigasi. Selain masalah lingkungan, masalah ini perlu diperhatikan dari segi ekonomi. Ia mengatakan: "Outputnya harus tinggi. Pada saat yang sama, bisnis beras telah banyak mengalami kerugian." . Tapi semuanya itu mengalami gagal. Saat itu, Presiden juga menegaskan bahwa ladang biji-bijian akan dijadikan sebagai pusat cadangan nasional.
Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Pertahanan Negara (Kemenhan), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian BUMN dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal dan Keimigrasian (Kemendes PDTT) juga akan mengintegrasikan pekerjaan ini. Dengan partisipasi banyak pihak terkait, masyarakat optimis dan berharap dapat memperkuat koordinasi di bidang ini. Hal ini penting karena meskipun Kementerian Pertanian bertanggung jawab atas produksi dari segi teknis, namun tetap memerlukan dukungan dari departemen lain karena menyangkut pengadaan infrastruktur, keamanan dan model bisnis yang akan dilaksanakan.
Proyek pembangunan ketahanan pangan ini sebenarnya bukanlah hal baru. Di kawasan food estate di Kalimantan Tengah sejak dulu, pemerintah juga menginisiasi proyek serupa di masa Orde Baru, yakni pengembangan 1 juta hektare lahan gambut di Kalimantan tengah dan timur. Kemudian, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diluncurkan proyek food estate di Merauke, Papua. Tujuan Merauke saat itu adalah menjadi salah satu sumber pangan di kawasan timur Indonesia, khususnya beras. Khudori, Pengamat Pertanian SINDO Media di Jakarta, Senin (13/7) mengatakan: “Rencana itu harus dilaksanakan oleh pemerintah (industri pangan) karena semua rencana serupa sebelumnya gagal.” Oleh karena itu, menurut dia, rencana tersebut harus direncanakan oleh pemerintah.
Di sisi lain, kata dia, pembangunan real estate untuk menjaga ketahanan pangan nasional perlu dilakukan dengan penambahan lahan baru. Hal ini dikarenakan laju konversi lahan pertanian untuk fungsi non pertanian sangat tinggi, terutama di Pulau Jawa. Meski konsepnya sangat bagus, namun diharapkan pengembangan proyek food estate seluas 165.000 hektar (ha) akan menghadapi banyak tantangan. Hal tersebut termasuk kondisi lahan dalam kategori sub optimal yaitu lahan dengan tingkat kesuburan yang lebih rendah dari Jawa. Hal ini akan berdampak pada permintaan akan teknologi dan rekayasa pertanian tertentu, sehingga menimbulkan biaya tinggi.
Khudori berkata: "Ini harus dilakukan agar sesuai dengan produktivitas tanaman padi di pulau Jawa." Winarno Tohir, Ketua Kesatuan Tani dan Nelayan Andaran (KTNA) Andaran, aktif menyambut baik dibukanya sebuah peternakan pangan di Kalimantan Tengah. Menurutnya, Indonesia harus menambah lahan pertanian untuk tanaman pangan tanpa peringatan ancaman krisis pangan dunia. Pasalnya, akibat alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non pertanian, luas lahan pertanian asli yang digunakan untuk pangan di Indonesia setiap tahun semakin berkurang. Di sisi lain, jumlah pekerjaan di Indonesia terus meningkat dari waktu ke waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H