21 Agustus 2014 Saya sedang di Banda Aceh. Ada sebuah pertanyaan yang ditanyakan kepada Saya oleh bang Pandi. Pertanyaan ini muncul dari pernyataan Saya bahwa Saya tidak betah tinggal di Aceh. Memangnya, apa yang membuat tidak betah disini sementara disana betah? Apa hebatnya Jogja? Begitu kira-kira jika pertanyaannya di singkat. Well, Saya juga merasa bingung pada awalnya sehingga membuat Saya tergagap tidak tahu harus menjawab apa. Mati lampu? Ucap saya dalam hati. Di Aceh mmang sering mati lampu. Tapi hati Saya urung memerintahkan mulut untuk melontarkan pendapat itu karena setelah beberapa saat disini, wilayah tempat rumah Kami berada tidak begitu sering di usik oleh PLN dengan masalah energi Mereka di Sumatera. Motor terus melaju. Abang Pandi duduk di belakangku menjulurkan sedikit kepalanya kedepan meminta jawaban atas pertanyaannya.
Hmmm ... Aku terdesak dan hampir saja ku ucapkan argumen terkenal tentang Yogya, makanan yang murah. Itu bukan alasan yang logis mengingat di Banda Aceh Aku makan secara gratis dan rasanya enak setinggi langit karena itu adalah makanan Ibu Kami yang sudah mendoktrin lidah Kami sejak kecil. Waduh. Abang Pandi masih menunggu di belakang. Ku tancap gas motorku sebagai bentuk pengalihan isu. Kami melaju berbelok ke arah kiri setelah melewati jembatan Lamnyong dan menuruni jalan menurun di samping sungai Aceh yang indah. Abang Pandi akhirnya teralihkan. Kepalanya tidak lagi mendongak kedepan. Tapi diamnya menunjukkan kekalahan ku karena tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut padahal Aku sudah hampir empat tahun tinggal di Jogja namun belum bisa menjabarkan pesona antara tanah rencong dan Yogya. Lihatlah, bahkan untuk tulisan kotanya saja Saya bingung yang mana yang benar, apakah Jogja atau Yogya itu sendiri. Ramah? Aku terus berpikir walau abang Pandi sudah teralihkan. Nah, itu dia. Orang Jogja ramah-ramah. Beda dengan orang Aceh yang temperamental, curigaku karena pengaruh makanan Aceh yang banyak menggunakan rempah-rempah yang rajin mengusik emosi manusia. Pernah suatu ketika saat Aku sedang buru-buru dan harus ngebut di jalanan Jogja dengan motor, ternyata Aku tersenggol motor seorang ibu-ibu berjilbab dan berbaju jubah. Cuma tersenggol sedikit, tidak parah. Pun begitu, lazimnya orang akan marah mengingat secara umum, tingkat stress paling tinggi terdapat selama Kita di dalam perjalanan saat mengendarai motor. Tapi tidak dengan ibu ini. Beliau hanya tersenyum saja padaku. Sesaat Aku lupa akan keperluanku yang mendesak dan pada hari itu cintaku terhadap kota Jogja semakin merebak di hati melalui senyum wajah teduh ibu tersebut dan motor yang beliau kendarai. Berbeda dengan di Aceh. Terutama perilaku zigzag anak-anak muda di jalanan, belum lagi jalanan compang-camping serta perilaku-perilaku para pengendara motor dan mobil yang sangat mengesalkan. Mungkin salahsatu faktor lain yang pantas untuk aku utarakan adalah suasana kota yang tentram. Yogyakarta sendiri telah menjadi semacam destinasi akhir bagi pensiunan-pensiunan yang ingin menghabiskan waktu tua Mereka di Yogyakarta. Banyaknya acara atau hiburan juga menjadi faktor penting. Hampir setiap bulan ada saja acara-acara dalam berbagai level serta dalam berbagai jenis yang ada. Â Salahsatu yang Aku suka adalah acara diskusi yang bertebaran dimana-mana. Diantara nya adalah Akademi Berbagi Jogja. Di akber ini, diskusi dihadiri oleh orang-orang hebat dalam bidangnya masing-masing dalam setiap topiknya. Yang paling menarik, semua acaranya tidak berbayar. Belum lagi tempat perhelatan acaranya yang diadakan di tempat-tempat yang sangat nyaman dan mewah.
Ada lagi kajian islam yang diadakan rutin hampir setiap hari tersebar di masjid-masjid di yogyakarta. Bahkan, dalam sehari itu ada sampai 4 kajian di masjid-masjid berbeda. Bagi mahasiswa sepertiku, kajian Islam ini menarik tidak hanya karena menambah wawasan agama serta membuat hati tenang. Namun juga membuat perut kenyang dan dompet mengalami penghematan. Soalnya, setiap senin dan kamis, ada takjilan gratis pada akhir waktu kajian sore. Hehe. Pun begitu, hati ini tetap terpaut ke nanggroe tercinta. Suatu saat nanti, Aku berharap dapat membuat aceh senyaman hidup di jogja. Semoga Aceh dapat ramai dengan kegiatan-kegiatan positif. Semoga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H