Di sudut kota Bandung, yang lebih tepatnya di kabupaten Bandung Kecamatan Nagreg kampung Mekar Baru, yang jarang terjamah oleh keceriaan, terdapat kisah hidup seorang ayah yang terjerat dalam kesedihan. Sebuah cerita yang tak bisa dihindari untuk dirasakan kepedihannya, tentang seorang ayah dengan rumah kecil dan pekerjaan sebagai kuli panggul yang terus berjuang untuk memberikan hidup yang lebih baik bagi istrinya dan anak balitanya.
Sebut saja namanya Udin 25 tahun seorang pekerja kuli panggul dengan pendapatan yang tidak pasti tergantung ada atau tidak yang membutuhkan tenaga dia, kadang Udin hanya mendapatkan 50ribu sehari bahkan pernah selama tiga hari tidak ada pendapatan sama sekali. Meskipun menghadapi keterbatasan finansial, Udin selalu berusaha memberikan yang terbaik dalam pekerjaannya, menunjukkan ketekunan dan integritas yang luar biasa. Meskipun penghasilannya kecil, semangat dan tekadnya untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya tidak pernah surut, mencerminkan ketabahan dan semangat pantang menyerah.Â
Pekerjaan Udin sebagai kuli panggul menjadi penyebab utama kehidupan yang tak kunjung membaik. Udin harus tetap bekerja untuk memastikan bahwa sedikit uang yang ia hasilkan bisa digunakan untuk menyediakan makanan bagi keluarganya. Badannya yang sudah penuh dengan kelelahan dan pekerjaan kasar menjadi gambaran dari seorang ayah yang terus meratapi takdirnya.
Siti, sang istri, berjuang dengan setiap tetes air mata yang keluar dari matanya. Meski terlihat rapuh, ia selalu mencoba memberikan dukungan dan kekuatan kepada Udin. Tangannya yang halus terpintal oleh nasib buruk yang seolah tak kunjung berhenti merayapi hidup mereka. Hidup di dalam rumah yang serba kekurangan membuat Siti terus berusaha menjadi pilar kekuatan bagi suami dan anaknya.
Ketika ditanya tentang keadaan mereka, Udin dengan suara seraknya hanya bisa menjawab, "Setiap hari adalah perjuangan. Tidak ada kata-kata untuk leha-leha dan bermalas-malasan.
Kesulitan hidup yang mereka alami semakin dalam ketika anak balitanya, jatuh sakit. Rumah kecil mereka yang tak memiliki ventilasi yang baik dan air bersih membuat Udin menjadi rentan terhadap berbagai penyakit. Dengan mata sembab dan wajah pucat, Udin menjadi gambaran dari keluarga yang tak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka.
Udin, yang merasa tidak mampu memberikan perawatan yang layak untuk anaknya, terpaksa harus menahan derita hatinya. "Saya tidak punya uang untuk membawa Budi ke dokter. Setiap malam saya hanya bisa mendengar tangisannya dan merasa tak berdaya," ucapnya dengan penuh penyesalan.
Namun, meski terpuruk dalam kemiskinan dan kepedihan, Udin dan istrinya tidak pernah berhenti berharap. Terdapat api kecil yang masih menyala di hati mereka, menggambarkan keinginan untuk melihat anaknya tumbuh bahagia dan sukses di masa depan. Udin berusaha menutupi rasa putus asa di matanya dan berkata, "Saya mungkin telah kehilangan banyak hal dalam hidup ini, tapi saya tidak akan kehilangan harapan."
Kisah Udin dan keluarga kecilnya adalah cerminan dari kenyataan yang sering terlupakan oleh banyak orang. Mereka adalah pahlawan tanpa tanda jasa yang terus berjuang di tengah keterpurukan. Melalui kisah mereka, kita diingatkan untuk lebih peka terhadap sekitar kita, dan bagaimana setiap tindakan kecil dapat membuat perbedaan dalam hidup seseorang. Semoga Udin dan keluarganya mendapatkan sinar harapan di tengah gelapnya kehidupan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H