Berbicara mengenai wanprestasi, tentu terlebih dahulu kita harus mengerti terlebih dahulu bagaimana pandangan para ahli hokum memandang wanprestasi ini. Menurut Profesor R. Soebekti yang merupakan ahli hukum perdata berpendapat wanprestasi artinya apabila si berhutang tidak melakukan apa yang dijanjikannya, maka dikatakan dia melakukan wanprestasi.
Terdapat sebuah contoh kasus mengenai wanprestasi ini, sebut saja terdapat dua belah pihak yang sedaang melakukan proses investasi, awalnya A diminta oleh temannya bernama B untuk menginvestasikan sejumlah uang untuk mengembangkan usahanya, dan A dijanjikan dengan sejumlah keuntungan yang ditawarkan apabila saya bersedia untuk menginvestasikan uang saya kepada B, akhirnya A menginvestasikan uang sejumlah Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) dengan membuat surat perjanjian yang berisi tentang hak dan kewajiban antara A dan B, awalnya berjalan dengan baik dan A mendapat keuntungan sesuai perjanjian, namun berjalan bulan ke 10 B tidak memberikan hak yang harus saya terima dan hingga kini tidak ada kabar dari B, A sudah mencoba menghubungi B namun tidak ada respon dari B, Lalu bagaimana yang harus A lakukan? apakah A bisa untuk meminta uang yang telah A investasikan itu kembali beserta keuntungan yang seharusnya diterimaa oleh si A ?
Permasalahan seperti itu tentunya juga pernah dialami oleh beberapa kalangan investor, mengingat perkembangan zaman dan peningkatan ekonomi saat ini semakin pesat dan investasi menjadi sebuah “ladang” yang sudah dikenal dekat oleh masyarakat untuk mendapatkan penghasilan. Lalu apakah bisa meminta uang investasi tersebut dikembalikan dan meminta sejumlah keuntungan yang harusnya diterima selama tidak diberikan keuntungan tersebut? Jawabannya adalah bisa dan itu adalah hak yang harus diterima oleh A.
Perlu diketahui permasalahan tersebut merupakan permasalahan hukum perdata, hal ini dikarenakan telah dibuatnya sebuah perjanjian antara A dan B yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut yang berisikan hak dan kewajiban.
Pengertian perjanjian itu sendiri diatur di dalam KUHPerdata Pasal 1313 yang bunyinya "Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih".
Tentu yang telah dilakukan oleh A dan B adalah sebuah perjanjian yang saling mengikat satu sama lain, dan telah dijelaskan dalam perjanjian tersebut terdapat hak dan kewajiban kedua pihak yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut, dan sebuah perjanjian dikatakan mengikat apabila perjanjian tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata.
Dalam permasalahan tersebut B telah melakukan perbuatan Wanprestasi karena tidak dapat melaksanakan kewajibannya. Wanprestasi merupakan istilah dari bahasa belanda yaitu "wanpretatie" yang berarti tidak dipenuhi prestasi atau kewajiban dalam perjanjian. Wanprestasi sendiri bukan hanya perbuatan ingkar janji saja, namun terdapat beberapa pebuatan yang termasuk kedalam wanprestasi yaitu :
- Tidak melaksanakan perjanjian.
- Melaksanakan perjanjian tapi tidak semestinya.
- Melaksanakan perjanjian akan tetapi terlambat.
- Melakukan sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.
Perbuatan yang dilakukan oleh B jelas adalah perbuatan wanprestasi karena tidak melaksanakan perjanjian dengan tidak memberikan keuntungan yang harusnya diterima oleh A.
Terkait pertanggung jawaban B kepada A perlu diperhatikan bahwa wanprestasi dapat terjadi dikarenakan oleh dua hal yakni kelalaian debitur dan keadaan memaksa (Overmacht). Apabila yang dilakukan oleh B karena kelalaiannya sehingga mengakibatkan kerugian, maka dapat dimintakan pertanggung jawaban untuk melakukan ganti kerugian.
Hal ini secara tegas diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata "Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang membuat kerugian untuk mengganti kerugian tersebut". Maka atas dasar tersbut A dapat meminta ganti kerugian kepad B akibat perbuatan yang telah dilakukan B tersebut.
Yang harus dilakukan oleh A adalah dengan mencoba untuk menghubungi B untuk meminta ganti kerugian dengan cara kekeluargaan atau sesuai dengan cara yang telah disepakati dalam perjanjian sebelumnya, namun apabila upaya dengan cara kekeluargaan tersebut tidak mendapat respon dengan baik, A dapat melayangkan Somasi (Teguran) kepada B, namun apabila tetap tidak mendapatkan jawaban ataupun upaya atau itikad baik dari B untuk bertanggung jawab atas perbuatannya maka dapat dilakukan upaya terakhir yaitu dengan mengajukan Gugatan kepada B di pengadilan sesuai dengan domisili para pihak.