Sudah 300 tahun Pulau Bangka dan Belitung memberikan hasil kekayaan sumberdaya alamnya yaitu biji timah kepada industri dunia, lalu apa yang didapatkan generasi muda disana?
Kerusakan alam,penyakit kulit hingga kematian. Ya, itu sudah jelas akibat dari kegagalan dalam mengelola bekas pertambangan.
Dikutip data dari Data Badan Pusat Statistik yang merilis tentang peningkatan angka putus sekolah di Provinsi Bangka Belitung melebihi level angka putus sekolah nasional, bahkan menjadi provinsi dengan angka putus sekolah tertinggi untuk jenjang SMA/sederajat di Indonesia pada 2022.Â
Begitupun kepala dinas pendidikan provinsi Kepulauan Bangka Belitung beliau membenarkan meningkatnya angka putus sekolah di Bangka Belitung disebabkan oleh sektor pertambangan timah yang dimana sektor pertambangan timah ini lebih menjanjikan masa depan mereka dibandingkan bersekolah.
Apalagi kebanyakan anak muda di Bangka ini berada di dalam lingkungan tambang yang dimana mengakibatkan tidak hanya pola pikiran serta kesehatan fisiknya,tapi juga perasaan anak muda disaat usia dini untuk merusak lingkungan serta alam sekitarnya untuk bertahan hidup.
Apalagi pulau Bangka yang hanyalah pulau kecil ini, yang dimana masyarakat hidup berdampingan dengan area pertambangan dengan kumpulan tambang yang menjadi panglima sedangkan ruang hidup mereka hanyalah sisa dari ruang pertambangan yang beresiko terkena paparan radioaktif dari kerusakan lingkungan akibat pertambangan tadi.
Tersisanya ruang hidup yang sedikit dari luasnya lahan pertambangan mengakibatkan mereka hidup berdampingan dengan penyakit yang terkandung oleh sisa sisa paparan logam berat seperti rodon ,thoron, timbal dan arsenik secara terus menerus dengan intensitas tinggi bisa berpotensi menyerang kesehatan seperti gangguan sistem pencernaan, ekskresi, pernapasan (termasuk kanker paru-paru dan gangguan pernapasan bagian bawah), kelainan kronik neoplasma dan janin, penyakit tulang, gangguan sistem saraf dan otak, hingga alzheimer.
Apalagi hasil dari penelitian Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi [BATAN] oleh Syarbainil, Dadong Iskandari, dan Kusdiana pada 2015 dengan judul "Perkiraan Dosis Radiasi yang Diterima Publik di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung", yang dimana menyatakan bahwa hasil dari penelitian tersebut meningkatnya dosis efektif eksternal radioaktif outdoor atau ruang terbuka yang dimana berkisar dari 0,05 sampai 11,55 mSv rata rata=1,17 mSv per tahun,serta untuk Untuk indoor atau ruang tertutup berkisar dari 0,15 sampai 2,10 mSv [rata-rata=0,69 mSv per tahun.
Dengan meningkatnya luas lahan pertambangan timah ini menyebabkan masyarakat bangka hidup berdampingan dengan lahan bekas pertambangan yang beresiko tinggi mengandung zat-zat radioaktif.
Dan mengganggu keberlangsungan hidup serta kesehatan masyarakat dan mempengaruhi pola pikir generasi muda Bangka.