[caption id="" align="alignleft" width="300" caption="Bandung di titik angkasa"][/caption] IDENTITAS yang seakan hilang lambat laun, malah selalu terdengar suara mengarai, Bandung sekarang panas, Bandung sekarang terik sudah berpolusi, Bandung sekarang lesu, Bandung sekarang hanya menjadi label sebuah kota issue: kota kembang. Sejarah dan mengenangnya kemudian adalah dua arah yang berbeda, suatu penyebrangan metafisik yang menjadi sebuah tautan waktu. Ada sebuah filosofis "pada zaman yang berbeda, pendapat bolehlah berbeda pula" kata yang selalu saya bawa di benak kepala melihat tempo dulu dengan tempo sekarang walaupun pribadi sendiri bukan sebagai saksi yang terus mengarungi zaman per zaman, tapi kita dengar dari orang-orang terdahulu, kita baca dari semangat dan tulisan pesan yang mereka tinggalkan di buku, di majalah, di internet dan diraut orang yang selalu punya misi besar untuk berkarya di bumi ini. Orang yang selalu berhadapan memberikan pengetahuan, orang yang selalu mempunyai angan untuk perubahan sesuatu yang ideal menggemilangkan esensi karya sejarah, sehingga pada akhirnya kita tahu "dulu" itu apa. Dahulu LANTAAANG! Bung karno menyebutkan JASMERAH "Jangan Sekali-sekali melupakan Sejarah" adalah sebuah angan-angan yang dikutipkan pada bangsanya untuk menghargai suatu esensi karya Sejarah, menginginkan suatu pandangan terhadap orang-orang terdahulu untuk belajar, memahami, dan menghargai. Namun kenyataannya, sulit untuk diseragamkan dengan perkataan. Sebuah ironi. Adalah Sebuah bukti kita selalu lupa. Sebuah bukti hanya kita selalu terbuai. Sebuah bukti hanya kita selalu tidak mengenal esensi karya dan selalu terlupakan karena terbawa disela-sela roda zaman yang semakin lama semakin berputar keras dan cepat. Jauh sebagai kawasan industri, hiruk-pikuk metropolitan, dengan dikelilingi gunung-gunung menjulang, dengan keramah tamahan orang pribumi asli yaitu orang sunda menjadikannya sebuah tempat yang mendapat julukan tersendiri yaitu sebagai Paris yang ada di Pulau Jawa (Parisj Van Java), dan dengan Bentangan Geografis menghampar luas dari Utara ke selatan dari perspektif mata burung dengan hijau pepohonan. Itulah Bandung yang kita lihat bila dari atas membuat orang jatuh cinta. Mengingatkan kepada kita bahwa alam ini selalu memberikan yang terindah, damai dan memberikan sentuhan harmoni. Bandung yang menyerupai mangkok raksasa, bekas danau purba Bandung yang surut menjadi lahan kering sekitar 6000 tahun lalu. Sangat Tampak jelas pada perspektif mata pada dataran tinggi akan sangat terlihat untaian pengunungan yang sambung-menyambung, dari Gunung Burangrang, Tangkubanperahu, serta Bukit Tunggul di utara, Manglayang di arah timur, hingga Malabar di selatan. "The Garden of Allah" adalah sebuah sanjungan yang selalu mengingatkan pada salah satu Taman Nirwana, ataukah semua Taman yang ada di Nirwana, entahlah tapi mungkin seindah itu apa yang dilihat George Clamenceau, Tahun 1921 saat mengunjungi Bandung waktu itu. Mengingat kata ini menciptakan rasa kembali kepada era saat sanjungan dicetus, Hanya dengan menutup mata dan mengucapkannya kita akan melihat untaian pernak-pernik rangkaian imajinasi bahwa taman-taman ini adalah taman yang disebutkan sebagai taman tuhan dalam ilusi bayangan yang indah George Clamenceau, Namun serasa dipaksa setelah membuka mata harus kembali kepada dunia yang nyata. Apakah Kebohongan, Seperti sebuah manipulatif dengan jargon-jargon yang sebenarnya sesuatu itu telah hilang maknanya, sesuatu ini seperti Pohon yang dicabut dari akarnya, Menyebut kata bloemen stad , kota Kembang, lagi adalah sebuah esensi tidak menghargai sejarah karena tidak beriringan dengan keadaan sebenarnya. Justru sesuatu telah terbelenggu dengan isyarat ini. Mungkin hal yang vakum atau malah memang suatu keadaan yang sudah menjadi harga mati, bahwa ini adalah Kebohongan. Saya kira pribadi ini saja lebih bangga dengan sebutan Creative City, Kota Kreatif, karena betul sangat dipenuhi dengan orang-orang kreatif, Idealis, dan Pemikir sejati. Ini bukan kebohongan. Ini adalah Fakta. Menciptakan Bandung menjadi belahan renesains dari Indonesia ini. Berharap pada waktu yang berbicara kita tidak akan pernah tahu kapan tiba dan terjadi. Hanya seperti orang, orang terdahulu, yang menitipkan pesan pada sebuah janji, semangat dan tulisan. Ini pesan untuk sekedar menyambung berbicara, hanya saja terasa enggan mendengar label "Bandung Kota Kembang" ada yang hilang dengan kata itu, ada sesuatu hal yang tidak sesuai, ada sesuatu yang tidak terlihat, ada sesuatu yang tidak relevan. Maka kembalikan, Kembalikan Bandung seperti dulu, jangan bohongi dengan kata "kembang" yang hanya tagline, sebuah isu konotatif belaka. Kita menginginkan keadaan yang nyata kembali, menciptakan hegemoni yang benar mengembalikan pada titik nol kilometer menjadikan Bandung kembali pada titik esensi sejarah sebagai, de bloem der Indische bergsteden, bunganya kota pegunungan di Hindia. Ciptakan kembali ikon "kembang". Mengembalikan kembali esensi Sejarah bahwa Bandung adalah Kota Kembang, bloem der Indische. Dengan Harapan yang sangat besar terhadap pemulihan taman dan penataan RTH (Ruang Terbuka Hijau) di Bandung yang memang diperlukan untuk menciptakan kestabilan iklim, dengan mengangkat isu yang di perbincangkan tentang Gedung Palaguna di Jalan Asia Afrika - Bandung, yang tidak terawat selama 7 tahun, direncanakan akan difungsikan sebagai area pendidikan dan ruang terbuka hijau. Namun Saat ini memang masih ada kendala tentang sengketa tanah. Inilah kiranya, Pemerintah mulai untuk melangkah bergerak ke depan untuk mengembalikan kembali esensi sejarah bahwa Bandung adalah Kota Kembang, bloem der Indische, mengarahkannya menjadi sebuah tempat dan sarana edukatif bagi anak muda bandung yang kental dengan teriakan Idealisme untuk disaranai. Karena memang sesekali terdengar bunyi lembing seperti bunyi lembu yang mengusik pemiliknya. Inilah suara segar sebenarnya. Itulah jiwa kreativitas muda yang tak tertampung, yang selalu membawa angin dingin dengan pemikirannya, terdengar sesekali mereka hanya meminta sarana, terdengar sesekali mereka minta kreativitas diakomodir, terdengar sangat sering mereka hanya diacuhkan. Maka tajuknya adalah Landmark yang mencitrakan Bandung sebagai kota kembang sejatinya, yaitu dengan Pencanangan Rencana Pembangunan RTH dengan sarana apresiasi edukatif anak muda, menciptakan sebuah budaya membangunan warisan budaya dari kata "Kota Kembang". Ini kiranya adalah sebuah langkah dasar menghargai esensi karya sejarah yang terkadang terlupa, atau malah dilupakan, sehingga kita acuh dan tak mau memikirkan atau menghilangkan garisan polesan sejarah dan menuju ketidakbanggaan, menjadi keterpurukan yang berarti. Jangan membuat kesalahan yang sudah, dengan contoh beberapa situs sejarah yang masuk sebagai bangunan warisan budaya malah dihancurkan. Dengan Menganut pada UU No 26 Tahun 2007 Pasal 9 ayat 1, tentang Penataan Ruang yang menetapkan luas RTH perkotaan minimal sebesar 30 persen dari total luas kota keseluruhan setidaknya menjadi tolok ukur bagi pemerintah. Kita Indonesia berpikir hitam, kita Indonesia berpikir putih untuk membangun suatu kepercayaan atas apa yang dibentuk dengan mimpi-usaha-kenyataan, kita teruskan semangat orang-orang terdahulu.(*) Note : mengganti judul dan konten disalin dari tulisan saya www.mediaindonesia.com : http://bit.ly/nFNbci
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H