"Perjalanan ini serasa menyedihkan, sayang kau tak duduk di sampingku kawan, banyak cerita yang ku saksikan di tanah kering penuh bebatuan" Sepenggal lirik Ebiet G. Ade yang akan selalu terngiang dan terus di putar - putar sampai nanti besok sebelum persiapan mudik pulang. Barangkali disana engkau menjawabnya, mungkin Tuhan akan mengabulkan segala pinta yang hari lalu engkau inginkan. Bismillah, ternyata saya teringat oleh Almarhum Ayah yang sudah meninggalkan keluarga 5 tahun silam. Selamat Hari raya mudik dan lebaran nanti bagi umat muslim di seluruh dunia dan yang melaksanakan, saya sangat senang mengucapkannya. karena inilah kemenangan yang hakiki setelah 30 hari kita melaksanakan ibadah shaum ntuk menjaga nafsu kita dari segala sesuatu yang mengurangi dan membatalkan ibadahnya. Orang-orang sudah mulai mudik, dari hulu ke hilir dari kota pulang ke desa tempat kelahirannya, namun saya masih menunggu memantau lewat internet dan twitter untuk melihat situasi mudik, agar tepat bisa pulang lebih cepat ke rumah di garut, kadungora. begitu asing mungkin tempat kelahiran saya ini jika didengar oleh orang yang baru dengar, namun unik sebenarnya, coba saja jika di translate ke bahasa inggris : Young Durian, maksudnya durian muda. Kadungora secara semiotik ada dua kata yang menjadi penggabungnya yaitu kadu dan ngora berasal dari bahasa sunda, seperti kata yang sudah di translate tadi Kadu adalah Durian dalam Bahasa Indonesia, sedangkan ngora adalah Muda dalam bahasa indonesia, menurut saya ini sangat unik dan saya bangga. Malam ini yang saya lakukan adalah mendengar lagu-lagu elegi dari Ebiet G. Ade, dalam lirik lagunya Ebiet G. Ade ada kata-kata "bertanya pada rumput bergoyang" begitulah yang saya lakukan malam ini, menatap kosong dan hanya menulis apa yang saya ingin tulis dan tidak tahu apa yang saya akan tulis ini menuju conclusion yang jelas. Sebelum gema takbir yang berkumandang, saya hanya berucap sedih dan terlalu sedih jika harus berada pada tengah-tengah antara perpisahan dengan bulan ramadhan, karena rutinitas selama satu bulan ini akan kembali lagi seperti biasanya, layaknya manusia lain dengan rutinitas yang kembali pada umumya. saat saat sedih ini hanya kamuflase dari keterpisahan antara keinginan dan harapan yang belum tercapai, sebenarnya saya bingung pada titik dimana saya harus pulang dan bersilaturahim. ada keadaan yang tidak pragmatis yang kembali menimbulkan esensi rasa tidak ingin di ingat, atau istilahnya "flashback". jika orang lain berbahagia bersama bertemu dengan suka cita, saya pun berbahagia dan akhirnya bersedih kembali menangis melihat keadaan yang tidak pragmatis. saat pulang sangat membiru rasa itu, kembali pulang sedih itu kembali datang. tidak ada yang salah dengan hari raya idul fitri ini, semua orang membagi dengan suka cita dan saya juga seperti biasa senang membagi dengan suka cita. Namun malam ini sepertinya hanya ingin ada kekosongan yang fokus, hanya ada saya di pikiran saya, mencoba merefleksi kegelisahan yang dari pagi tadi terasa. Sederhananya seperti ini : Hari Raya Idul Fitri adalah satu kesan sebuah keluarga untuk saling silaturahim satu sama lain, dimana sebelumnya mereka begitu ramai mempersiapkan hari raya idul fitri itu bak menyambut seorang kaisar atau raja dari negeri antah berantah datang berkunjung kerumah kediamannya, setiap keluarga menyiapkan segala perlengkapan dari mulai membeli kue kering, karpet baru, tembok rumah yang di cat dan mengenakan baju yang bagus-bagus jauh hari sudah di siapkan. Saya hanya tertegun untuk malam ini, menelan ludah dalam-dalam bahwa yang dulu tidak akan kembali untuk hari yang sekarang, yang dulu tidak akan menjadi warna yang utuh untuk mewarnai rumah menjadi satu kesatuan pelangi Merah, Kuning, Hijau, dan biru lagi di langit yang luas di rumah kita dulu itu. saya sangat sedih Tuhan, saya sadar bahwa banyak orang lebih sedih ditinggal orang yang mereka sayangi bahkan sebagian orang tidak lebih beruntung dari saya, tapi saya hanya ingin keluarga kita berkumpul utuh kembali hangat berkumpul pada rumah yang dulu kita rawat bersama. Rumah yang dulu kita berkumpul, satu rumah yang bisa menjadi warna pelangi kembali untuk berkumpul. Terserah sekalipun gubuk reyot, asal kan kita kembali utuh. satu keadaan dalam kondisi yang memang mau tidak mau kami mesti terpisah-pisah, Ibu dan kedua saudara saya. mereka adalah permata yang membuat saya masih mampu untuk melawan dunia. satu dan hal lainnya saya tidak bisa ceritakan hal tersebut disini, pada intinya kami tidak dalam satu rumah. hal ini terlalu rumit setelah kepergian Ayah 5 tahun silam. sekarang, Saya hanya ingin melihat ibu dan kedua saudara saya bahagia, mereka tidak perlu bangga kepada saya, untuk bagaimanapun caranya agar mereka tidak terpisah, untuk selalu bersama dalam satu rumah. hanya satu rumah untuk kita tidak terpisah. Seperti itulah keadaan yang tidak pragmatis setiap Idul Fitri, mungkin Tuhan belum menjawab doa saya. Pada suatu di Idul Fitri nanti di waktu selanjutnya, kami berkumpul di dalam satu rumah yang hangat dan indah. Amin. Bersyukurlah bagi orang-orang yang selalu berkumpul suka cita dengan keluarga nya, keluarga adalah fondasi indah tempat kita berselimut dari dinginnya dunia. Selamat malam, pada 23:58 WIB Catatan Pulang Kampung : 28-08-2011, Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H