Ilmu optik telah mengalami perkembangan yang sangat pesat sekarang ini. Dewasa ini ilmu dan teknologi optik modern telah banyak menyumbangkan kontribusi yang sangat signifikan dan fundamental dalam perkembangan teknologi yang mendasari kemajuan devais dan sistem rekaman optik seperti aneka ragam kamera, sistem dan teknologi informasi dan komunikasi ( Information and Communication Technology, ICT). Hal inilah yang melatar belakangi penulis untuk mencari siapa orang dibalik semua perkembangan dunia teknologi optik modern ini.
Saat penulis mencari artikel-artikel tentang dunia optik, termaktub dengan jelas sebuah nama “Ibnu al-Haytsam” dengan bermacam-macam judul artikel. Sontak, penulis kaget ketika mengetahui ternyata orang besar di balik kemajuan-kemajuan tersebut adalah seorang ilmuwan muslim. Pasalnya, banyak sekali temuan-temuan modern dalam perkembangan teknologi modern ini ditemukan oleh ilmuwan kaum barat, misalnya Isaac Newton, Roger Bacon, Joseph Kepler, dan lain-lain.
Ilmuwan muslim tersebut dikenal dengan nama Ibnu Al-Haytsam. Nama lengkapnya adalah Abu Ali Muhammad bin Al-Hasan bin Al-Haitsam al-Bashri Al-Misri (أبو علي محمد بن الحسن بن الحيثم بن البصري المصري). Di Eropa beliau lebih dikenal dengan julukan Al-Hazen atau Avennathan. Beliau lahir pada tahun 354 H atau yang bertepatan dengan 965 M di kota Bashrah, Iraq. Sebuah kota yang menjadi pusat ilmu pengetahuan Kekhalifaan Abbasiyah pada zaman itu. Dan wafat pada tahun 430 H yang bertepatan dengan 1039 M di Kairo, Mesir.
Pada awalnya beliau memulai belajar ilmu pengetahuan di Bashrah, lalu beliau melanjutkannya ke Baghdad. Dan disanalah beliau melanjutkan studinya dan mendalami ilmu-ilmu Arab dan agama. Selain mempelajari ilmu agama, beliau juga mendalami ilmu matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat. Keahlian beliau yang sebenarnya bukan hanya di bidang optik, melainkan juga dibanyak bidang seperti astronomi, matematika, fisika, dan filsafat. Namun, karena jasanya yang besar terhadap bidang optik membuat beliau lebih dikenal sebagai ahlinya ilmu optik dan dijuluki sebagai “The Father of Modern Optics”.
Johannes Kepler mengakui bahwa kontribusi beliau dalam ilmu optik ini sangat besar “Karyanya tentang optik, yang mencakup teori visi dan teori cahaya, dianggap oleh banyak orang sebagai kontribusi paling penting, yang mengatur adegan untuk perkembangan hingga abad ketujuh belas. Kontribusinya terhadap geometri dan teori bilangan jauh melampaui tradisi archimedean. Dan dengan mempromosikan penggunaan eksperimen dalam penelitian ilmiah, al-Haytham memainkan peran penting dalam menetapkan tempat bagi sains modern”
Selain itu, karyanya yang sangat fenomenal dan menjadi karya yang paling ilmiah di dalam abad pertengahan adalah kitab karangannya yang berjudul “al-Manazhir”. Kitab ini sangat dikenal dalam dunia optik dan diterjemahkan dalam bahasa Latin dengan judul “Opticae Thesaurus” oleh Frederick Risner di Bastle tahun 1572. Kitab yang terdiri dari tujuh volume tersebut merupakan sebuah buku perdana yang menjelsakan tentang prinsip kerja kamera obscura. Kitab tersebut benar-benar mempunyai pengaruh yang tinggi pada perkembangan ilmu optik mengingat kitab tersebut menjadi landasan dasar secara fundamental tentang optik modern.
Uniknya, dalam kitab tersebut, Ibnu al-Haitsam telah menginspirasi para ilmuwan lainnya dalam menggunakan metode ilmiah (scientific method). Bahkan metode ilmiah itulah yang akhirnya digunakan oleh seluruh mahasiswa dan sarjana-sarjana dunia saat ini dalam melakukan penelitiannya. Hal inilah yang melatarbelakangi beliau hingga mempunyai julukan lain yaitu “The First Scientist” (ilmuwan pertama di dunia) karena kontribusinya yang penting mengenai metode ilmiah. Bahkan beliau berani mengkritik sang idolanya sendiri, ilmuwan terpopuler pada zamannya, Ptolomeus.
Dalam teori optik beliau berhasil membongkar teori lama warisan dari filsafat Yunani, yang mengatakan bahwa penglihatan terjadi karena akibat keluarnya seberkas cahaya dari mata orang yang melihat ke objek benda yang dilihat sehingga terjadilah penglihatan. Dilain sisi, Ibnu Haitsam menemukan teori sebaliknya, yaitu penglihatan yang terjadi itu karena adanya seberkas cahaya pada objek benda, kemudian dilihat oleh mata kita dan akhirnya berpengaruh padanya. Yang lebih mengejutkannya lagi, Ibnu Haitsam berani membantah orang-orang yang masih berpendapat teori lama dan melawannya dengan logika sederhana dan argumentasi yang kuat ketika mereka mengatakan bahwa mata meneluarkan cahaya untuk dapat melihat benda. Adapun bantahan yang dipaparkan beliau adalah sebagai berikut:
“Adakalanya cahaya itu dianggap benda atau tidak. Apabila dianggap benda, maka apabila kita melihat ke langit dan kita melihat bintang-bintang berarti dari mata itu telah keluar benda yang memenuhi antara langit dan bumi, tanpa mengurangi apa yang ada pada mata sedikit pun. Akan tetapi sangat mustahil dan tidak masuk akal. Apabila bukan berupa benda, maka ia tidak merasakan dengan apayang dilihat. Dan, perasaan tidak ada kecuali pada benda yang hidup”
Jika menilik argumen yang dipaparkan, memang beliau adalah seorang jenius dan cemerlang pada zamannya. Sungguh pemikiran yang luar biasa telah keluar dari seorang yang masih hidup di zaman serba kuno dan belum ada teknologi. Namun ide-ide yang dicetuskannya sudah jauh melompati ratusan abad ke depan. Kemudian beliau mempelajari studi keterbalikan dengan menggunakan cermin datar dan cermin cekung.
Beliau sukses membuat kaidah untuk menentukan posisi serta pengaruhnya pertemuan cahaya dan bagaimana cara memperbesar gambar. Studinya tersebut tentunya tidak hanya memakai ilmu optika saja melainkan dibantu dengan ilmu geometri yang telah beliau pelajari. Beliau juga menunjukkan adanya perbedaan ketebalan cahaya ada berbagai macam media ( misalnya kaca, air, udara, dan benda lainnya) kemudian beliau memaparkan bahwa tingkat pembiasan cahaya tersebut berbeda-beda antara satu media dengan media lainnya.