rga lain. Interaksi yang hilang itu menjadi ruang kosong dimana kemudian terisi oleh sikap-sikap apatis, egois, bahkan mungkin saja radikalisme. Ruang yang sumpek itu bukan tidak mungkin kemudian melahirkan sebuah situasi yang kacau dan crowded secara tata nilai dan pemikiran, juga kepribadian setiap orang. Sebuah keluarga yang kacau secara nilai akan menciptakan masyarakat yang juga kacau, yang pada akhirnya akan mengacaukan sistem nilai sebuah bangsa.
Penguatan budaya seharusnya dijalankan di rumah dan di wilayah-wilayah pendidikan (sekolah dan kampus), termasuk di komunitas-komunitas dimana orang-orang menghabiskan sebahagian waktunya. Kita mungkin sulit berharap akan ada prinsip penguatan budaya di dalam sistem kurikulum pendidikan kita, lantaran masih agak lemahnya sistem yang ada.Â
Maka solusinya adalah menciptakan kegiatan ekstra kurikuler yang bermuatan budaya lokal. Local content yang diberikan secara berkala dan cair diharapkan akan menciptakan sebuah masyarakat yang memiliki tata nilai yang lebih Indonesia, yang mampu menjadi pertahanan kuat di dalam menghadang sistem budaya luar yang berlawanan dengan budaya lokal.
Kita menginginkan sebuah negeri yang aman, nyaman dan damai; secara sosial dan politik. Hal itu akan bisa tercapai jika masyarakat berjalan di track yang benar, yaitu pada sistem budaya lokal yang telah ada selama berabad-abad umur bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H