Mohon tunggu...
Zairiyah kaoy
Zairiyah kaoy Mohon Tunggu... Penulis - Hipnoterapis, penulis buku seberapa kenal kamu dengan dirimu, bahagia dengan pemetaan pikiran.

Manusia sulit berpikir positif mengenai orang lain ketika ia berada pada muatan emosi negatif yang sangat kuat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Membalas Dendam Sama dengan Menghancurkan Diri secara Perlahan?

10 November 2022   18:12 Diperbarui: 10 November 2022   18:19 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber. illustration revenge newspaper headlines vengeance retribution-3d/shutterstock

Sakit hati memang kerap dirasakan oleh manusia terutama ketika kita tidak melihat sebab dan akibat. Tidak ada yang terjadi secara tiba-tiba tanpa andil kita di dalam kejadian tersebut. Termasuk ketika seseorang digunjing, dihina dan dilecehkan oleh pihak lain, tentunya ia akan merasa sakit hati dan tidak terima, ia akan merasa terusik dan merasa tidak memiliki privasi di dalam kehidupan pribadinya.

Tidak mudah meredakan rasa sakit hati dan akibat perbuatan tidak baik yang ditujukan pada kita, karena kita merasa berhak atas diri kita dan apa saja yang kita lakukan. Namun manusia merupakan makhluk sosial, selalu menimbulkan pro dan kontra dari setiap peristiwa karena pikiran manusia diisi oleh persepsi yang tidak selalu sama satu dengan lainnya. 

Pendapat kita dengan orang lain selalu berbeda dan merasa telah benar melakukan sesuatu hal yang menurut orang lain itu tidak benar. 

Rasa sakit hati yang terus berkelanjutan akan menimbulkan perasaan benci dan dendam kepada orang tersebut, pada akhirnya kita akan merasa sulit menemukan kedamaian di dalam hati sebelum membalaskan rasa sakit hati tersebut padanya. 

Mengapa sulit sekali meredakan rasa ini?, apa dampak bagi diri sendiri ketika rasa dendam telah menguasai diri?, bagaimana cara untuk keluar dari perasaan dendam tersebut dan siapa yang mendapatkan kedamaian ketika ia telah mampu mengalahkan dirinya sendiri?. Berikut penjelasannya.

Mengapa Sulit Meredakan Perasaan Dendam?

Perasaan sakit terjadi karena ada luka di dalam dirinya, apakah itu pada anggota badannya termasuk rasa sakit di dalam hatinya. Rasa sakit yang tidak disembuhkan akan terus menggerogoti kenyamanan diri karena selalu "terinfeksi" apakah itu dengan debu kecil, benturan dan gesekan dari area sekitarnya. Pada saat itulah luka tersebut akan semakin parah dan menimbulkan dampak hingga menggangu kenyamanan, sulit tersenyum, sulit bahagia dan serba sulit lainnya hingga mengalami trauma.

Luka tersebut bukan hanya luka kecil, ketika luka itu tidak diusahakan untuk disembuhkan maka luka tersebut akan semakin meluas dan dalam. Demikian pula dengan luka hati. Seseorang yang seolah membiarkan luka hatinya terlalu dalam bisa menimbulkan anti sosial dan menarik diri dari lingkungan yang telah menyakitinya dan ketika tidak tertahankan timbul rasa ingin membalas dengan caranya sendiri.  

Berawal dari membiarkan luka dan berusaha menguburnya dalam-dalam dengan maksud mencari aman bagi dirinya dan orang lain ternyata mampu memicu luka tersebut semakin membesar di bawah sadarnya. Kebanyakan dari kita membiarkan luka itu dan menggerogoti hingga bertahun-tahun tanpa merasa bahwa suatu saat perasaan luka ini bisa menghalangi kita dalam kehidupan bersosialisasi dan banyak hal lainnya. 

Vibrasi yang kita lepaskan juga tidak nyaman dirasakan oleh orang terdekat maupun sekitar dan kita terus menipu diri atau bahkan membalaskan dan memperlakukan mereka dengan hal yang lebih menyakitkan.

Rasa dendam menjadi sulit diredakan ketika luka tersebut terus bertambah hari demi hari dan menurunkan kemampuannya untuk bertoleransi kepada orang yang telah menyakitinya tersebut. Rasa sakit yang terlalu ini membuat individu dikendalikan oleh amarah dan kebencian di dalam dirinya, merasa tidak berharga dan merasa tidak perlu menjaga perasaan orang lain karena kekecewaanya. 

Alhasil hilang imunitas diri dan membuatnya menjadi brutal, menyerang atau mengatur siasat untuk membalaskan dendamnya kepada orang tersebut.

Balas dendam tidak harus selalu dengan kejahatan karena di dalam alam semesta ini terikat dengan hukum-hukum alam yang bisa menjadikan setiap perbuatan menjadi bumerang bagi pelakunya sendiri.

"Balas Dendam terbaik adalah menjadikan dirimu menjadi lebih baik" (Ali Bin Abi Thalib). Dengan menunjukan keberhasilan versi terbaik diri akan mudah merubah persepsi manusia dari buruk menjadi baik.

Ketika Dendam Telah Menguasai Diri

Ketika kita membenci teman dan tetangga mungkin kita bisa menghindarinya dan pergi jauh tidak ingin berinteraksi lagi dengan mereka. Namun bila hal ini terjadi dalam keluarga maupun saudara apa yang akan terjadi?. Kita akan bermusuhan dan tidak saling bersapa satu dengan lainnya, menghasut kesana kemari agar ia dibenci oleh keluarga yang lainnya, ketika ia telah dijauhi oleh keluarga yang lainya, ada kepuasan yang tidak normal di dalam hati.

Saat ia telah berhasil mempengaruhi orang lain untuk memusuhi orang yang dibencinya maka hakikatnya ia telah menggali kuburannya sendiri, seperti kalimat bijak berikut:

"Saat kamu memulai perjalanan membalas dendam, sama halnya dengan menggali dua kuburan. Satu untuk musuhmu dan satu lagi untuk dirimu sendiri" (Jodi Picoult).

Mengapa demikian?, membalas dendam adalah kezaliman dan kegelapan, tentunya bagi diri sendiri. Saat ia memikirkan dan menjalankan balas dendamnya ia mengalami stagnan dari memikirkan kemajuan masa depannya dan berakhir pada matinya hati nurani. Hilang hakikat diri manusia yang ada pada dirinya dan ia tenggelamkan dirinya dalam kenistaan dan kerusakan yang akan dituainya suatu saat nanti cepat atau lambat.

Indidvu tersebut akan sibuk memikirkan strategi untuk menjatuhnya musuhnya dengan berbagai cara. Ia tidak lagi didekati dengan hal-hal baik dalam kehidupannya. Ia akan terus menyalahkan orang tersebut atas semua rasa sakit yang ia terima dalam kehidupan ini hingga tidak mampu melihat sebab dan akibat mengapa semua itu bisa terjadi pada dirinya. 

Kesehatan mulai terganggu, orang lain menjauhinya, hawa panas dari api yang ada di dalam dirinya terlalu besar dan merusak apa saja yang ada didekatnya, ia melepaskan energi yang bersifat merusak sekitarnya.

Dikutip dari sebuah hadist:

Sifat dendam akan melahirkan keburukan. Rasulullah SAW bersabda "Orang-orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling pendendam" (HR. Bukhari dan Muslim).

Menurut tabel consciousness David. R. Hawkins, membenci dan mendendam berada pada level force yaitu 30 Hz (bersikap agresif untuk menghancurkan orang lain) level energi yang sangat rendah, tentu saja orang-orang yang membenci dan mendendam sulit sekali mendapatkan apa yang diinginkannya di dalam kehidupan. 

Ketidaknyamanan ini tidak hanya berhenti pada sulitnya kehidupan di dunia bahkan pada kehidupan berikutnya. Rasa puas saat membalaskan dendam tersebut membuat ia lupa segalanya dan menjadikannya sosok yang tidak bersahabat dan mengalami banyak kerugian.

Cara Keluar dari Perasaan Dendam 

Tidak mudah tentunya ketika seseorang telah dikuasai oleh bawah sadar yang dipenuhi dengan kemarahan dan dendam pada seseorang. Biasanya orang memulainya dengan menggunjingkannya, menghina dan menghujat sepuas hati tapi ternyata hal itu justru membuat kebencian tersebut menetap dan menguat. Lalu ia mulai merancang cara untuk menjatuhkan hingga membuat rasa puas di hatinya.

Apakah setelah menjatuhkannya emosi negatif yang ada di pikiran dan perasaan kita telah selesai?, tentu saja tidak. Mengapa demikian?, hukum Tarik menarik yang ada di alam semesta ini membuat kebencian dan kemarahan serta dendam tersebut menarik dan menggulung rasa benci, dendam dan kemarahan yang ada di alam semesta ini, membuat manusia di sekitar bereaksi untuk membenci, marah dan mendendam pada kita tanpa kita sadari. Energi yang sama akan berkumpul, benci menarik kebencian, marah menarik kemarahan dan dendam menarik kesulitan-kesulitan di dalam kehidupan.

Apa cara yang paling efektif untuk menyelamatkan kita dari kebencian dan dendam?. Tentu saja memaafkan dan memaklumi orang yang pernah menyakiti  atau tidak terpengaruh dengan segala perilakunya. Memaafkan dan memakluminya bahwa ia tidak tahu apa yang dilakukannya itu salah, menyakiti hati dan mereka tidak benar-benar mengerti apa yang kita rasakan. 

Setiap manusia memiliki persepsi dan asumsi, persepsi dan asumsi inilah yang membuat setiap manusia melakukan reaksi hasil dari pikirannya masing-masing. Setiap reaksi dari orang lain tidak harus kita tanggapi dengan serius hingga membuat kita sulit tidur dan lainnya.

Saya diajak bicara oleh teman saya bahwa bila kita memaafkan orang yang menyakitinya, ia akan menyangka kita takut dengannya dan membuat ia semakin berani pada kita. Saya katakan padanya bahwa memaafkan kesalahnnya bukan untuk dia tetapi untuk diri kita sendiri sendiri. Ketika kita memaafkan orang lain yang mendapat ketenangan dan kedamaian tentunya diri kita sendiri, kita akan berhenti merasakan sakit hati, dunia terasa nyaman dan kemudahan dalam hidup karena tidak ada lagi ganjalan di hati.

Bagaimana dengan orang yang kita maafkan?, itu kembali pada pilihannya sendiri. Apakah ia menyadari kekeliruannya telah membenci dan mendendam atau malah meneruskan kebenciannya itu dan tentunya yang tidak nyaman dirinya sendiri, bukan kita. 

Ketika memaafkannya, urusan kita dengannya telah selesai tetapi urusannya dengan dirinya dan Allah belum selesai, ia akan menggulung hal-hal sejenis sesuai dengan apa yang ada di dalam pikiran dan perasaannya secara terus menerus, hidupnya tidak akan pernah tenang sebelum ia menghentikan dan merubah pola pikirnya sendiri.

Orang yang kuat adalah orang-orang yang mampu mengalahkan amarahnya sendiri, bukan orang yang mampu mengalahkan orang lain karena amarahnya. 

Seorang pemaaf adalah seseorang yang mampu menguasai semesta kecil yang bergerak di dalam dirinya, dampak positifnya tentunya akan selalu mendapatkan kedamaian di dalam hatinya dan hidupnya penuh dengan warna dan keindahan, sedangkan para pendendam selalu merasakan bumerang di dalam kehidupannya, apa yang ia tebarkan kembali lagi padanya, sulit mendapatkan ketenangan, hati selalu gelisah, mudah sakit, dan kerugian lainnya. Pilihan ada ditangan kita apakah kita memilih menjadi orang baik atau sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun