Mohon tunggu...
Zairiyah kaoy
Zairiyah kaoy Mohon Tunggu... Penulis - Hipnoterapis, penulis buku seberapa kenal kamu dengan dirimu, bahagia dengan pemetaan pikiran.

Manusia sulit berpikir positif mengenai orang lain ketika ia berada pada muatan emosi negatif yang sangat kuat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dampak Toxic Positivity

28 Juli 2021   09:35 Diperbarui: 29 Juli 2021   10:44 1110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemahaman berasal dari ketenangan, saat individu mencoba memahami sesuatu melalui kemarahan, kesedihan, dan kebencian akan terasa sulit baginya. Kembali kepada frekuensi otak, pemahaman bermula dari frekuensi otak yang getarannya tidak terlalu kuat sehingga ia mudah mencerna banyak hal. Ketenangan berada pada frekuensi otak gelombang alpha (8-12 cps/ciclus persecond).

Toxic positivity akan terjadi ketika frekuensi otak manusia berada pada frekuensi yang tinggi. Frekuensi tinggi tersebut dapat mengakibatkan kalimat positif tersebut menjadi racun baginya dan dapat mencetuskan hal sebaliknya bukannya menerima malah menolak dengan frontal. 

Kemampuan memahami kata-kata dan kalimat dengan akurat ketika kita berada pada gelombang yang tenang dan kalimat positif dari orang lain akan efektif ketika individu sudah berada pada frekuensi otak yang sedang rileks.

Tidak selamanya kalimat positif dapat diterima oleh orang lain, ketika kondisi pikiran mereka dalam keadaan yang tidak menentu, kalimat itu tidak mampu meredakan. 

Seringnya kebaikan kita seolah tertolak karena tidak tepat memberikan kalimat positif kepada orang-orang yang sedang mengalami goncangan jiwa yang hebat. 

Frekuensi otak yang sibuk tidak akan waspada kepada ucapan orang lain tapi ia sedang sibuk dengan data pikirannya sendiri, tentunya pada frekuensi tegangan otak yang tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun