Dalam penafsiran Al-Qur'an terdapat metode-metode yang dapat digunakan untuk menafsiri Al-Qur'an. Salah satu contoh adalah Metode Arkoun. Metode ini digunakan dalam penafsiran Al-Qur'an dalam Tafsir Kontemporer.
Metode Arkoun yg dibuat untuk penafsiran Al-Qur'an harus menggunakan 3 pendekatan:
1. Linguistik-Semiotik dan Sastra Interpretasi
Dalam linguistik, teks adalah bahasa yang bekerja untuk mengekspresikan fungsi atau makna sosial dalam konteks situasi dan konteks budaya.
Semiotika untuk mempelajari Al-Qur'an, karena ungkapan-ungkapan dalam teks suci yang penuh dengan simbolisme merupakan ladang subur bagi semiotika.
Arkoun menjelaskan bahwa bahasa atau sastra pada umumnya dan bahasa Al-Qur'an pada khususnya terdiri dari tanda dan simbol.
Contoh membaca surah Al- Fatihah. Arkoun memaparkan tentang modalitas wacana yang meliputi: determinan (isim ma'rifah), kata ganti, kata kerja, kata benda, susunan sintaksis dan rima.
2. Interpretasi Historis-Antropologis
Metode Historisitas berarti sebuah interpretasi teks harus dilihat dari sejarahnya. Jadi, tidak mungkin memisahkan teks dari sejarahnya.
Cerita dalam makna mitis adalah konsep antropologis yang berubah dari waktu ke waktu. Untuk cerita tentang nabi, tokoh, komunitas lama yang diceritakan dalam Al-Qur'an, merupakan nasehat-nasehat mulia yang dapat mengarahkan pembaca dan para pengkaji Al-Qur'an kepada ajaran agama yang universal.
Seperti mengutip kisah-kisah umat terdahulu ataupun kisah-kisah para Nabi.
3. Tafsir Teologis-Agama
Arkoun menunjukkan dua ciri esensial dari pendekatan ini. Pertama, semua jenis bacaan yang berorientasi pada keyakinan berada di bawah "kandang dogmatis". Kedua, karya eksegesis monumental awal berkontribusi pada perkembangan sejarah "tradisi yang hidup".
Seperti metode teologis sekuler.
Menurut saya metode ini juga termasuk metode yg dpt digunakan untuk menafsirkan Al-Qur'an, tetapi metode ini kenapa Arkoun Menolak kepercayaan arus utama, yg menjelaskan bahwa "Islam tidak memisahkan yang spiritual dari yang profan". Maksudnya adalah Arkoun meyakinkan para pembacanya bahwa sekularisme sudah mendarah daging dalam Islam. Ini bukan kesimpulan logis berdasarkan fakta sejarah, tetapi ide yang terbentuk sebelumnya. Arkoun mendeklarasikan tujuan utamanya dalam sebuah esai tentang "Islam dan Sekularisme" di mana dia menyatakan bahwa perlu bagi kita untuk mendekonstruksi ortodoksi tertutup dari dalam. Hal ini tidak mungkin terjadi sampai kita mencari sejarah bebas yang hanya dapat membawa kita ke pintu masuk sekularisasi dalam Islam. Sekularisme kemudian menjadi dogma yang sudah terbentuk sebelumnya yang perlu dipromosikan dan dibuktikan dengan segala cara, bahkan jika itu mengharuskan fakta sejarah diputarbalikkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H