DARWIS, SADAR WISATA
Oleh : Zainurrofieq
Dalam literatur sufistik, darwis adalah orang yang memandu asketis muslim sufi kedalam sebuah suasana atau tarekat. Â Asketis adalah ajaran yang menganjurkan masyarakat untuk menanamkan nilai-nilai agama dan kepercayaan pada Tuhan nya dengan cara melakukan latihan-latihan dan praktek rohaniah dengan cara mengendalikan tubuh dan jiwa. Asketis ini berangkat dari konsep zuhud yang lahir dari tradisi tasawuf. Zuhud merupakan langkah awal bagi orang-orang yang berjuang untuk mendapatkan kesempurnaan dalam Islam.
Fokus para darwis adalah nilai-nilai universal dari kasih dan jasa, dengan metode kesederhanaan, menghiraukan ilusi dari ego untuk mencapai Tuhan nya. Dalam kebanyakan ordo sufi, seorang darwis dikenal karena mempraktekan dzikir melalui praktek keagamaan atau fisik untuk mencapai pencerahan.
Saya kira tidak berlebihan jika program sadar wisata (di singkat darwis) yang kini digembar gemborkan pemerintah diarahkan dan dipoles dengan spirit darwis dalam istilah sufistik tadi.
Dalam pembukaan Desa Wisata Bumi Perkemahan Dayeuh Luhur Cikunten Singaparna Tasikmalaya kemarin (23 Agustus 2020), oleh Wagub Jabar H. Uu Ruzhanul Ulum saya dikenalkan langsung dengan JASWITA dan Program Dinas Pariwisata Provinsi untuk bersama-sama menata program kampanye pariwisata di Jawa Barat.
Saya usulkan, daerah Tasikmalaya yang ciri khasnya adalah Kota Religius Islami dengan ribuan pesantren dan padat santri, saya kira pendekatan kampanye penyadaran pariwisatanya pas jika menggunakan pendekatan nilai-nilai sufistik tadi.
Hal yang menarik pernah saya dapatkan dari mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuan Guru Bajang TGB Muhammad Zainul Majdi yang berhasil memoles wisata Lombok menjadi indah, terbuka, damai bernilai dan menyejahterakan.
Provinsi NTB yang tadinya diplesetkan dengan kalimat Nasib Tergantung Bali, di bawah sentuhan Gubernur yang Hafidz Quran dan ulama jebolan Al Azhar itu kini menjadi "pesaing" Bali.
Diawal-awal perjuangannya TGB menuturkan memang akan ada perbenturan dengan gaya pengembangan konvensional pariwisata dengan mengusung kalimat halal, syariah atau sufisme, namun setelah dengan yakin dan ulet serta dikerjakan secara professional dan spirit kebersamaan, ternyata para pengusaha wisata konvensional justru berterimakasih dengan bertambahnya omzet wisatawan yang berlabel halal, menambah pasar yang selama ini sudah berjalan.