Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) selalu punya cara tersendiri untuk mengelabuhi warga DKI, konsep dan program kerja selalu menjadi andalan dalam Pilkada DKI 2017. Bahkan dia tidak segan-segan bilang bahwa Anies-Sandi tidak punya program yang bagus, adanya dia mencontoh program saja. Dia selalu bilang konsep Anies-Sandi hanya menawarkan konsep yang tidak jelas, bahkan membodohi warga Jakarta. Sungguh luar biasa provokasi Ahok-Djarot, selalu membalikkan fakta dengan menjelaskan kalau selama dia menjabat gubernur DKI, dia sudah melakukan perubahan besar terhadap warga Jakarta, sehingga dia dengan percaya dirinya mencalonkan lagi sebagai gubernur DKI.
Padahal semua program pembangunan DKI merupakan hasil kesepakatan DPRD dan Eksekutif, yang tertuang dalam Perda No.2 Tahun 2012 ttg RPJMD Jakarta. Semua target dan pencapaian program kerja terukur, sehingga dapat dibuktikan dengan angka kuantitatif. Sekarang mari kita  lihat kembali, bagaimana pencapaian progrma kerja Ahok selama dia menjadi Gubernur DKI Jakarta?
Jika program yang direncanakan Ahok sesuai dengan pencapain, maka dia sangat layak untuk mendapatkan dukungan dari warga Jakarta. Tetapi jika tidak, maka sama halnya kita menyerahkan tampuk kepemimpinan Jakarta pada orang yang salah. Karena kemajuan Jakarta bukan terletak pada pemimpin yang hanya suka buat program, tapi bagaima program yang ada sangat sesuai dengan harapan masyarakat.
Kita sebagai warga jangan pernah menjadi,"pendukung buta" (buta data, fakta dan angka), kita hanya percaya data melalui medsos dan media massa, atau hanya dari orang-orang pendukungnya. Makanya kita sekarang harus berfikir objektif, agar kita tau program dan kerja Ahok sesungguhnya, mari kita lihat kebenaran datanya:
1. Rencana pembangunan 50.000 unit Rusunawa, tapi sampai saat ini baru direalisir hanya sebagian. Bahkan rusun yang sudah selesai di bangun malah menjadi masalah, gara-gara sudah lama tidak membayar  sewa rusun , sehingga tunggakan sewa rusun sudah mencapai Rp 1,37 M.
2. Program Rehab Sekolah sampai saat ini belum ada realisasinya (terbentur oleh Lelang Konsolidasi yang gagal). Banyak sekolah yang tahun sebelumnya sudah dikerjakan tidak bisa diselesaikan (mandeg dan terbengkalai).
Bahkan dari data yang ada, sebanyak 47% gedung sekolah di ibu kota dalam kondisi kurang baik atau rusak. Dan yang lebih parah lagi, udah tau perbaikan gedung sekolah belum optimal, malah APBD DKI Jakarta digunakan untuk pembelian uniterruptible power supply (UPS), dan harganya mencapai Rp 1,2 triliun. Sungguh semakin tidak jelas sekali tujuannya, padahal barang tersebut tidak terlalu dibutuhkan untuk sekolah.
3. Pembangunan Stadion Pengganti Lebak Bulus, tidak jelas nasibnya.
4. Rencana Pengadaan 1.000 bus untuk Trans Jakarta, realisasi baru 100an bus. Bahkan, 160 bus dibesituakan karena gagal beli.
5. Rencana Pembangunan Gedung Badan Diklat Provinsi DKI Jakarta, tidak terealisir.
6. Program pengendalian banjir dengan memperbanyak danau sebagai tangkapan air di wilayah hulu, juga tidak jelas entah kemana.