Mohon tunggu...
Zainuri Hanif
Zainuri Hanif Mohon Tunggu... pegawai negeri -

blogger, kegemaran membaca dan sepak bola, tapi sekarang banyak nontonnya doang... ^_^ http://zainuri.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Mengenalkan Jeruk Melalui Wisata Petik

23 Agustus 2015   14:17 Diperbarui: 23 Agustus 2015   14:17 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada sensasi tersendiri yang pengunjung rasakan saat petik jeruk di Kebun Percobaan (KP) Tlekung Balitjestro. Aturan tahun ini (2015) yaitu masuk gratis, petik sendiri makan sepuasnya d dalam dan keluar ditimbang per kg Rp 10 ribu. Orang tua, remaja, terutama anak-anak berjalan kesana kemari dan memilih jeruk yang dalam jangkauan petiknya.

Tanaman jeruk di blok ini tidak terlalu tinggi, maklum saja ditanam sejak 2010 berarti tahun ini menginjak usia ke-5. Jeruk yang ditawarkan untuk dipetik yaitu jeruk keprok Batu 55, jeruk keprok Pulung dan JRM 2012. Jenis yang hampir sama, yaitu jeruk impor dari Australia yang mirip dengan Jeruk JRM 2012 ini dapat kita temui di supermarket harganya bisa mencapai Rp 50 ribu per kg. KP Tlekung seluas 12 hektar hampir setengahnya ditanam jeruk. Lainnya ditanam lengkeng, anggur, apel, stroberi dan bangunan kantor (laboratorium, nursery, screen house, ruang peneliti, dll).

Sebenarnya lokasi petik jeruk bisa saja lebih banyak yaitu di visitor plot bagian depan gerbang utama, namun karena 2 tahun ini perawatan dan pertumbuhannya tidak sesuai harapan, jadilah lokasi kebun penelitian di sebelah selatan Guest House Balitjestro dijadikan lokasi petik. Akibatnya sebelum acara dilakukan, pengambilan data harus segera dilakukan agar jangan sampai sampel buah yang sudah dipelihara ikut dipetik pengunjung walau tulisan dan pagar pembatas sudah dipasang pantia.

Acara ini memang menjadi acara tahunan Balitjestro untuk diseminasi produk jeruk unggulan nasional. Bahkan ada beberapa pengunjung yang datang dari luar daerah (Jawa Barat, Jawa Tengah) sekedar ingin membuktikan apa benar foto-foto di gambar FB dan website bahwa jeruk Indonesia bisa berwarna kuning dan bisa tumbuh dengan baik? Beberapa pengusaha pun mulai memesan benih untuk ditanami jeruk. Permulaan yang bagus, walau belum mencapai skala pengembangan besar, sekian ratus atau ribu hektar. Untuk 1 hektar setidaknya butuh 400 benih tanaman jeruk dengan jarak tanam sesuai anjuran. Yang terbaru adalah Lanud Abdurrahman Saleh Malang yang akan menanam di  hektar lahannya.

Petani di Dau Kabupaten Malang (tidak jauh dari Balitjestro) adalah contoh petani sukses dengan usaha berkebun jeruk. DI wilayan ini terdapat 1000 hektar jeruk jenis manis Pacitan dan Keprok Batu 55. Rata-rata petani memiliki lahan ¼ - ½ hektar dan ada yang memiliki di beberapa titik. Sebagian kecil memiliki lahan di atas 1 hektar. Bagi yang mempunyai lahan 1 hektar, dengan usia tanaman jeruk 8 tahun, petani bisa mendapatkan nilai penjualan sampai 240-300 juta. Dimana umumnya 1/3 dari penjualan tersebut adalah modal dalam bentuk tenaga kerja, pupuk kandang  dan kimia, pestisida dan biaya lain-lain. Jadi keuntungan bersih atau netto sekitar Rp 160-200 juta.

Perhitungannya seperti ini, 1 tanaman usia 8 tahun mampu menghasilkan 75 kg jeruk jenis keprok Batu 55. Harga 1 kg kondisi normal yaitu Rp 8000,- sampai Rp 10.000,-. Penjualan total yaitu 75 kg x Rp 8000,- x 400 tanaman (dalam 1 hektar) berarti penghasilan bruto yang didapat dalam 1 hektar yaitu Rp 240 juta. Jika harga jeruk normal Rp 10.000 per kg di petani maka penghasilan bruto yang didapat Rp 300 juta.

Harga jeruk sebagaimana komoditas lain sangat berfluktuasi, terendah pernah mencapai Rp 5.000 di level petani. Saat impor hortikultura ditutup pada tahun 2013, petani merasa senang karena harga penjualan dari kebun mencapai Rp 15.000,-/kg. Namun saat ini kran impor dibuka lagi.

Indonesia kaya akan sumber daya genetik. Untuk jeruk saja, kita punya 242 koleksi jenis jeruk dan setiar 50 sudah dilepas sehingga bisa diperjualbelikan secara bebas antar pulau. Kita mampu untuk mengurangi bahkan nantinya mengekspor jeruk karena potensi itu ada. Perlu perbaikan dibanyak hal, salah satunya yaitu penggunaan benih bebas penyakit. Impor jeruk ke Indonesia sekitar 200 ribu ton atau 10% dari produksi jeruk nasional. Tapi kualitas jeruk impor itu bagus dan dengan pengelolaan rantai pasok yang bagus bisa beredar dengan mudah dimana-mana.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun