Gaji itu penting untuk menunjang kehidupan duniawi namun bukan sebagai penghilang nilai ukhrowi.
Pesan Nabi Muhammad SAW dalam satu hadits berbunyi;" aku terutus sebagai pengajar". Dari hadits ini kita memahami bahwasanya menjadi seorang pengajar adalah sebuah tuntunan dan perilaku yang dicontohkan oleh Rasul SAW. Nabi yang sangat sempurna dalam semua aspek kehidupan mengajarkan kepada kita akan pentingnya kita sebagai manusia yang bisa mengajar artinya memberi kebaikan kepada manusia yang lain agar bisa mengatur kehidupan dimuka bumi sebagaimana tuntutan menjadi kholifah Allah SWT.Â
Mengajar adalah sebuah aktifitas yang sangat signifikan memberi manfaat untuk yang lain. Dengan bekal keilmuanlah manusia akan menjadi mulia dan terangkat derajatnya. Dengan ilmu pula manusia akan memiliki nilai dimata manusia yang lain. Dan sudah menjadi rahasia umum bahwa ilmu adalah segalanya. Kenikmatan duniawi dan akhirat hanya bisa diperoleh jika dirinya berbekal ilmu. Kembali lagi pada permasalahan mendidik atau mengajar, seperti yang kita lihat akhir-akhir ini dunia pendidikan kita sedang tidak baik-baik saja. Persepsi kami; adanya dinamika perubahan kurikulum, model ujian dan lain-lain hanya semakin menambah runyam dan korat-karitnya peserta didik.Â
Pertanyaan besar dibenak kami; mau di bawa ke arus mana anak-anak kita? mau dicetak seperti apa generasi muda mudi kita? Semakin kesini Mendikbud semakin kurang waras saja; apalagi ditambah dengan rencana penghapusan pendidikan agama yang hanya dinilai cukup jika diganti dengan pendidikan karakter. Inilah yang disebut gagasan berilian namun sejatinya ancaman. Banyak narasi-narasi pejabat publik yang nampak bijak namun hakikatnya merusak.Â
Bangsa ini sudah besar, dan seharusnya sudah dewasa dengan beriringnya usia kemerdekaan negeri ini. Tak usahlah banyak merubah pola pendidikan yang urgensinya malah membawa pada degradasi moral kelakuan generasinya. Berbenah memang boleh, karena itu adalah ajaran agama yang diperintah oleh Rasulullah SAW. Disini penulis tidak akan banyak memberi komentar, kritik tentang itu namun penulis ingin menggali potensi dari nilai materi yang mempengaruhi pada implikasi dan aplikasi keilmuan  peserta didik . Tentunya kita sadari, di generasi hari ini banyak anak-anak yang berpenampilan S1 namun nyatanya kelakuan seperti anak SD.Â
Contoh kecil saja; cium tangan kalo sudah aliyah atau mahasiswa kepada gurunya pasti tidak akan pernah dilakukan. Lagi, guru bertemu siswanya diluar sekolah seakan tidak pernah saling kenal. Ditambah gurunya yang mengajar hanya untuk nambah konten akunya. Belum lagi yang parah hanya titip absen dan nerima gaji buta. Sungguh miris keadaan belajar mengajar dinegeri ini. Apa yang ditanam dan diwariskan oleh pendahulunya sudah dianggap tidak relevan. Kalaulah berbicara tentang model, strategi atau teknik belajar okelah guru sekarang diakui atau tidak lebih jago dan hebat ketimbang guru masa lalu, namun ada yang hilang dari guru-guru sekarang dibanding guru-guru dulu. Apa itu? tentunya keikhlasan didalam mengajar.Â
Sering kita jumpai guru-guru dulu rela membawa bekal sendiri dari rumah(bukan pakai uang sekolah), mengayuh sepeda tanpa ada balasan uang kayuh, rela berbulan-bulan digaji dengan gaji yang tidak layak sama sekali. Namun banyak dari  mereka tidak pernah menampakkan itu semua. Mereka jalani dengan kepuasan bathin yang luar biasa dengan diiringi motivasi diri kalau mereka adalah pewaris para nabi bukan pewaris dolar atau rupee. Artinya mari kita sebagai pengajar, kita tanamkan dalam jiwa kita kalau kita adalah generasi nabi bukan generasi yang hanya pandai cari duniawi dengan berkedok sebagai pewaris nabi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H