“Tidak ada hari tanpa harus merendahkan dan menyakiti orang lain”, mungkin bahasa itu yang layak di sandangkan kepada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Sejak Ahok mencalonkan kembali menjadi gubernur DKI, berbagai masalah semakin muncul. Mari kita urut saja, mulai dengan tersangkut dugaan penistaan agama di kep.1000 yang beredar di media sosial, terjadinya demo 212 yang menghobohkan seluruh rakyat Indonesia, menghina terhadap Ketum MUI KH Ma'ruf Amin dan berbagai masalah lainnya, yang selalu menyakiti hati banyak orang.
Dan yang terbaru lagi, video yang diunggah di akun Facebook Basuki tersebut tampak sebuah adegan di mana ada pengunjuk rasa yang membawa spanduk bertuliskan "Ganyang Cina". Dan menampakkan adegan kerusuhan dan demo di mana pelakunya adalah orang yang memakai pakaian yang biasa digunakan umat Islam, yaitu peci dan surban. Semua rentetan masalah yang dikaukan oleh Ahok selalu menyakiti banyak orang, utamanya umat Islam.
Sungguh tidak menampakkan etika seorang pemimpin yang seharusnya bisa dijadikan contoh dan panutan bagi masyarakat Indonesia, khususnya warga Jakarta. Walaupun secara kerja dan program di bawah kepemimpinan Ahok banyak orang yang merasa bangga dan juga ada yang merasa tersakiti. Tetapi yang paling naif sekali perkataan dan tingkah laku Ahok yang tak kunjung baik, berkali-kali dia lakukan kesalahan yang sama dan berkali-kali menyakiti umat Islam, walaupun dia sudah minta maaf.
Beginilah potret pemimpin yang kalian banggakan, dan kalian bela dan sanjung-sanjung dengan segenap jiwa raga kalian. Kalian rela bermusuhan dan saling perang antar saudara dan golongannya hanya untuk membela Ahok, yang katanya membawa kemajuan bagi Jakarta. Padahal sudah sangat jelas secara sikap, tindakan dan tingkah lakunya tidak menampakkan adat dan sopan santun ketimuran. Dan sudah sangat jelas, terjadinya masalah seperti Demo dan komflik suku, agama, ras dan budaya, gara-gara perkataan Ahok yang dengan mudahnya berkata tanpa difikir terlebih dahulu, sehingga membuat orang banyak yang tersakiti. “Mulutmu Harimaumu”, begitulah Ahok yang terjerat masalah karena tidak bisa menjaga perkataannya.
Kita sebagai warga tidak pernah menuntut atau meminta terhadap pemimpin, karena kita hanya menginginkan kehidupan dan damai tenang dan rukun sesama tetangga. Kita hanya butuh pemimpin yang memang bisa membuat kehidupan kita tenang, damai dan sejahtera. Mari kita wujudkan Jakarta yang damai, tenang dan sejahtera bersama pemimpin yang memang mengedepankan persamaan dan persatuan, yang bisa merangkul dari berbagai perbedaaan.
Mari bersama pemimpin baru, Wujudkan Jakarta yang tenang, damai dan sejahtera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H