Bagi sebagian warga Jakarta yang masih sepakat memilih Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), karena Ahok dianggap salah satu gubernur yang membuat Jakarta lebih maju, karena ketika Ahok menjabat gubernur DKI banyak melakukan kerja nyata, yaitu dengan melakukan pembangunan-pembangunan. Contohnya pembangunan rusunawa yang mewah. Tapi pertanyaannya kemudian, apakah kerja nyata Ahok terkait pembangunan, merupakan langkah yang cukup efektif dalam mengatasi masalah-masalah yang ada di Jakarta?
Jakarta merupakan wilayah Ibu kota yang sangat padat dengan penduduk dan bangunan-bangunan, sehingga dengan kepadatannya hampir tidak ada tempat untuk melihat pemandangan alam yang asri, depan-belakang, kanan-kiri semua yang ada hanyalah perkantoran dan hotel yang menjulang.
Sehingga Jakarta tidak lagi butuh penambahan bangunan-bangunan, karena Jakarta bukan desa atau daerah tertinggal yang memang membutuhkan pembangunan. Tetapi yang dibutuhkan Jakarta hanya penataan yang baik, agar tidak semakin menambah kepadatan. Penambahan bangunan di Jakarta hanya menambah kepadatan, bukan menjadi solusi dari mengatasi kepadatan tersebut.
Ketika Ahok menjabat gubernur DKI, program pembangunan unit Rusunawa, yang dijadikan tempat relokasi bagi warga yang rumahnya di gusur, dengan alasan penataan kampung kumuh dan banjir. Tetapi sayangnya rusun yang dijadikan tempat relokasi warga yang rumahnya di gusur, ternyata semakin menambah masalah baru.
Warga yang dipindahkan kerusun ternyata masih berkewajiban membayar uang sewa. Padahal, secara jelas dulunya warga tersebut tingga di tanah sendiri dan rumah sendiri, tapi sekarang mereka dipindah ke rusun yang harus dia sewa.
Seperti dinyatakan Sandyawan, terdapat ratusan bukti kepemilikan yang dimiliki warga. Fotokopi surat-surat tanah, PBB, rekening listrik, KTP, dan KK yang sah berhasil dikumpulkan tim hukum. Sehingga dia merasa geram dengan kebijakan yang ditempuh Pemprov DKI saat ini, yang seolah mengabaikan rasa kemanusiaan penghuni bantaran Sungai Ciliwung.
Berkaitan dengan penggusuran di DKI Jakarta, LBH Jakarta memiliki data selama bulan Januari hingga Agustus 2015, terdapat 3.433 kepala keluarga dan 433 unit usaha yang menjadi korban penggusuran paksa yang berada di 30 titik di wilayah DKI Jakarta. Sehingga Ahok memiliki prestasi yang paling banyak melakukan penggusuran paksa dalam sepanjang sejarah pemerintahan kota Jakarta.
Maka, tidak salah jika warga marah dan geram terhadap kebijakan Ahok, karena Ahok melakukan program dan kebijakan tidak mengabaikan musyawarah, yang dilakukan Ahok malah mengabaikan kemanusian, dengan tidak mengedepankan musyawarah terlebih dahulu.
Terlebih lagi, warga yang dipindahkan ke rusun berada ditempat yang sangat jauh dari keramain. Nasib malang melintang menimpa kehidupan warga, karena mereka tingga ditepat yang jauh dari keramaian, sehingga dia kehilangan mata pencaharian. Sungguh nasib yang sangat tragis mereka, kehilangan tanah dan rumah dan ditambah kehilangan mata pencaharianya.
Sangat benar sekali yang disampaikan Yayat Supriyatna, selaku pengamat perkotaan, bahwa “Relokasi tidak menyelesaikan masalah kemiskinan dan kebobrokan di Jakarta, tapi malah justru makin memperburuk,” ungkap Pengamat perkotaan, Yayat Supriyatna (2/1).
Bagaimana mungkin dia bisa membayar uang sewa rusun, walaupun bagi Ahok katanya sangat murah, kalau warga yang dipindahkan kehilangan mata pencaharian. Boro-boro bayar sewa rusun, untuk biaya hidup sehari-hari saja tidak mampu, apalagi masih harus membayar uang sewa dan biaya listrik bulanan. Tidak heran, jika hari ini dikatakan tunggakan sewa Rusun, mencapai Rp 1,37 M, karena banyaknya penghuni yang tidak mampu membayar uang sewa.