Mohon tunggu...
AHMAD UBAIDILLAH ZAIN
AHMAD UBAIDILLAH ZAIN Mohon Tunggu... Administrasi - SMA DARUL ULUM 3 SANTRI CENDEKIA

KARYAWAN SWASTA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membangun Insan Seutuhnya dengan Membina Diri

10 Mei 2017   02:21 Diperbarui: 14 Oktober 2024   13:55 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa faktor pribadi merupakan pangkal tolak pendidikan diri sendiri, dan bertujuan kembali kepada persoalan pribadi, dengan mengintegrasikan hubungan antara nafsani dan jasmani dalam kesatuan wujudnya. Jadi membina pribadi artinya membangun insan seutuhnya, dengan asas keseimbangan antara pembangunan fisik materiil dan psychis religius, atau kita cukupkan dengan perkataan : membina nafsu. Dengan penjelasan ini, nampak bedanya dengan tujuan membina jiwa yang bersifat aspek saja. Sementara untuk kata membina raga, terasa kurang pas jika kita mendengarnya.

Dengan mengatakan membina nafsu, telah tercakup tujuan yang kita maksud, yaitu membina suatu ketidak jelasan yang ada pada diri kita dengan baik melalui berpikir, merenung, merasa, dan lain-lain. Serta membina tingkah laku dan ucapan yang sesuai dengan tujuan diri kita itu. Karena setiap orang yang hidup itu sudah dinalurikan untuk mengembangkan karir pada dirinya, yang mana hal ini tidak nampak pada binatang. Untuk mengembangkan pertumbuhan diri kita ini, maka cara yang terbaik ialah dengan senantiasa berbepang pada pedoman “ TAKHALLAQUU BI AKHLAQILLAAH”, artinya ialah kita bertemu lagi dengan tauhid, menyatukan pandangan kepada kebesaran allah dengan bulat, dan menumbuhkan sifat-sifatnya ke dalam seluruh gerak diri kita. Hal ini tidak mungkin tercapai tanpa mengenal hukum- hukum allah yang telah disampaikan kepada kita melalui kodrat dan iradah-nya, sebagaimana kita lihat dalam kehidupan sehari-hari. Hukum-hukum ini tidak mudah dihayati orang, tanpa mencurahkan pesona kepada untaian-untaian ayat al- qur’an, yang memiliki ciri yang khas dalam menggerakkan hidup seseorang. Orang yang bergaul dengan al- qur’an, mula- mula dia akan tersentuh menikmati nasihat dan petunjuk yang tersampaikan di dalamnya, serta lambat laun akan menggugah rasa dan pertimbangan,  bahwa memang tidak ada tempat berlindung selain di bawah kekuasaan-nya, dan tidak ada harapan bersambut selain daripada-nya. Faktor inilah yang mendesak orang kepada kepatuhan hati untuk mencari dan menemukan suatu titik temu, kemana dan bagaimana seseorang akan mengarahkan orientasi hidupnya.

Allah menjelmakan sifat-sifatnya dengan sempurna bukan di dalam benda, melainkan pada pribadi kita yang nantinya akan mendekati allah dengan menumbuhkan sifat- sifat allah dalam amaliah kita dan melekat pada diri kita. Mencari allah bukanlah dengan jalan merendah- rendahkan diri atau meminta-minta sambil berdiam diri, tetapi dengan semangat yang berkobar-kobar menjelmakan sifat-sifat uluhiyah (ketuhanan) dalam diri kita dan kepada khalayak umum. Jadi, mendekati allah ialah menyempurnakan diri pribadi, mengenal dan mengingat hukum- hukum nya, kemudian memperkuat iradah (keinginan) untuk berbuat sesuatu yang sesuai dengan hukum-hukum itu. Dengan demikian, pribadi bukan lagi ada dalam waktu, tetapi waktu itu sendiri sudah menjadi dinamisme pribadi. Pribadi ialah sebuah action, waktu sebagai action ialah hidup yang mewujudkan amal untuk menempuh jalan dalam menghadapi berbagai kesulitan.

Hidup kita adalah diciptakan yang bentuknya paling tinggi ialah pribadi, dimana aku menjadi pusat yang utama sebagai subyek maupun objek. Nilai dan martabat setiap pribadi ditentukan oleh luasnya dia menguasai lingkungan. Kian jauh jarak pengembangan itu dari hukum-hukum allah, maka kian berkuranglah nilai kepribadiannya. Jadi pribadi sejati bukan hanya saja menguasai alam benda, tetapi yang lebih penting ialah dilingkupi oleh hukum- hukum allah di dalam dirinya.

Kehidupan ini adalah gerak maju yang senantiasa mengadakan suatu perpaduan dengan hukum- hukum allah, sehingga nantinya akan menjadi suatu kebiasaan. Dengan demikian, maka kehidupan memperoleh arti yang sebenarnya. Konsepsi tauhid dalam islam bermaksud hendak menuntun orang untuk lebih mengenal dan menyesuaikan penerapan nilai rendah dan nilai tinggi seorang pribadi dalam hidup ini, yang selaras dengan kehendak allah di dalam mewujudkan ciptaannya. Artinya, dimana kita harus menempatkan nilai rendah sebagai hamba yang selalu taat kepada ajarannya, dan kapan pula kita dapat memperlihatkan nilai tinggi sebagai makhluknya. Janganlah kita sebagai hamba hendak berlaku sombong terhadap allah dengan tidak mentaati perintah dan larangannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun