Mohon tunggu...
Zain Nabih Ahmad
Zain Nabih Ahmad Mohon Tunggu... -

University student of Mass Communication looking for opportunities in digital journalism.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Emotional Dependence: Bahayanya Ingin Dicintai

13 Agustus 2018   12:32 Diperbarui: 13 Agustus 2018   13:27 513
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring hidup setiap orang, tidak dapat dipungkiri bahwa dukungan dan kasih sayang merupakan energi terbesar yang dapat kita dapatkan untuk terus bergerak maju. Kita bergantung pada pasangan kita untuk selalu menyayangi kita, pada kawan kita untuk terus mendukung kita, pada keluarga untuk terus menemani kita, hingga satu titik dimana kita percaya bahwa jika semua orang penting ini pergi, hidup tak akan lagi bermakna. Kita sangat terbiasa -- bahkan terindoktrinasi -- dengan ide bahwa kasih sayang dari dan untuk seseorang hanyalah satu-satunya yang kita butuhkan, bahwa apapun yang terjadi, love conquers.

Fenomena ini dinamakan emotional dependency, atau ketergantungan emosional. Dikutip dari Michael Samsel, MA, LMHC;

"Ketergantungan emosional adalah keengganan atau penolakan (seseorang) untuk menerima peran sebagai orang dewasa secara emosional. Layaknya menjadi anak kecil, dimana orang lain kita harap untuk 'memperbaiki keadaan.'"

Analogikan seperti seorang balita yang sangat haus, ia akan menangis, merengek, dan membuat kegaduhan terus-menerus hingga ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Ketika diberi minum, ia akan berhenti dan kembali ramah seakan dunia tampak lebih baik. Tidak ada tangisan lagi. Tidak ada kesedihan lagi. Namun, sesegeranya minuman itu diambil darinya, ia akan kembali mengamuk.

Hal yang sama terjadi lebih banyak dari yang anda pikirkan diantara orang dewasa -- khususnya, pada hubungan romantis. Bayangkan sebuah hubungan dimana pasangan anda membuat anda sangat bahagia. Ia selalu mendukung anda, merangkul anda, dan selalu berada disana disaat anda membutuhkan. Namun, disaat ia tidak ada, semua tampak kelam dan menjenuhkan.

Ini tidak berarti bahwa kasih sayang adalah energi negatif. Hanya saja, kebanyakan orang menyalurkan kasih sayang itu pada arah yang salah. Untuk terbebas dari ketergantungan emosional, anda harus berdamai dengan diri anda sendiri dan mengenali segala energi negatif yang anda bendung sekian lama. Dikutip dari Dr. Margaret Paul, Ph.D. dalam apa yang dimaksud dengan menjadi bertanggung jawab secara emosional;

"Utamanya, itu berarti mengetahui bahwa semua perasaan anda seperti kecemasan, depresi, rasa bersalah, rasa malu, amurka, kesepian, iritasi dan lainnya datang dari pikiran, kepercayaan, dan perilaku anda sendiri dan bukan dari orang lain atau kejadian tertentu. Setelah anda mengerti dan menerima bahwa anda menciptakan perasaan anda sendiri dan bukan datang dari luar diri anda, anda dapat mulai melampaui ketergantungan emosional dan mulai mengambil tanggung jawab emosional."

Hanya ketika anda dapat memaafkan diri anda sendirilah anda dapat menyadari bahwa anda tidak butuh pemujaan orang lain untuk mengetahui bahwa diri anda berharga atau bahwa diri anda dapat bahagia. Jawaban dari semua kegelisahan yang pernah anda alami sudah ada dalam diri anda sendiri. Anda hanya berpikir bahwa anda membutuhkan orang lain untuk menemukannya, yang mana merupakan akar dari ketergantungan emosional.

Prospek bahwa kasih sayang dapat menyelamatkan jiwa anda bukan berasal dari mendapatkan kasih sayang sebanyak-banyaknya dan pada setiap detiknya. Melainkan, berasal dari betapa murah hatinya anda dapat mencintai diri anda sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun