Seperti biasa…
dan hampir ini tidak biasa
karena yang biasa
bukan realita…itu kata anak muda
dalam dawai hiruk pikuk jogja
yang tak pernah sepi dari sulaman budaya
merebak sebuah dilema
akan jogja yang sebenarnya
entah kapan wabah ini mereguk sukma kota budaya
menyelinap di antara keheningan dan pilar-pilar kebanggaan kota istimewa
ratu dan raja hanya bisa bertapa
sambil sesekali melebur dengan warga kota
ya,,wabah itu kian menggrogoti pilar utama jogja
dan wabah itu akan tetap jaya
jika jiwa tak lagi menghamba pada sang raja sebenarnya
raja di atas rajanya jogja
dunia malam kian menjamur di kota budaya
mahasiswa sangat akrab dengan dunia ganja, diskotik aja, pesta pora, wanita, dan vagina
losemen kaliurang berglimang kondom ria
seturan bertabur sperma
parang tritis berlabuh nista
untung saja warung kopi masih berjiwa sufi
yang meredam ambisi hati tuk berlaku keji
masih ada malioboro yang senantiasa ceria
demi tulus membangun image jogja agar nan jaya
sepanjang jalan utama dipenuhi kendaraan goyang ria
berbelok jalur menuju ruang yang memanjakan jiwa
sampai kapan realita jogja berkrudung dusta
dan sampai kapan jogja akan kembali seperti semula
semoga saja…itu harapan indahku di malam ini…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H