Ini ibu saya tersayang. Yang melahirkan saya tepat 50 tahun yang lalu. Kemarin saya telepon-telepon, tapi tak nyambung-nyambung.
Saya sungguh sangat gelisah dan resah, lantaran sehari sebelumnya ibu saya ini menelepon lewat call WA beberapa kali, tapi saya tak angkat-angkat. Ini kesalahan saya handphone silent, ditaruh dalam tas pula.
Begitu saya telepon kembali, handphone ibu saya sudah tak merespon. Saya sungguh menyesal, tak bisa berkomunikasi dengan ibu saya.
Baru tadi malam ibu saya menelepon lagi, mengabarkan bahwa kapal yang ditumpanginya sebentar lagi akan sandar di pelabuhan Tanjung Priok, dari Makassar. Jadi yang kemarin tak bisa nyambung-nyambung itu karena ibu saya dalam perjalanan, di tengah lautan.
Lantas, ada teman yang menasehati, lebih tepatnya mengecam, "Kenapa kau siksa ibumu naik kapal laut ke Jakarta? Kebiasaan puluhan tahun lalu!"
Saya hanya tersenyum.
Sebab naik kapal laut dari Makassar bagi ibu saya adalah kesenangan dan kebahagiannya tersendiri yang tak mungkin saya halangi.
Ibu saya bersama rombongan, keluarganya. Sekalian bernostalgia, ingat kenangan berpuluh tahun lalu, Jakarta - Makassar naik kapal laut.
Di Jakarta ini, nanti malam, saya akan bawa ibu saya makan malam di tempat yang terenak. Tentu, atas pilihan ibu saya tercinta.
ZT -Kebayoran, 22 November 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H