Biasanya menjual di trotoar Taman Surapati, Jakarta Pusat. Dulu, ketika belum ditertibkan para penjual gerobak begitu ramai mangkal di situ. Pengunjungnya dari berbagai kalangan, tapi mayoritas anak muda.
Nasi Gila Gondrong yang paling ramai.
Sekarang, Taman Surapati sudah tertib. Mobil Satpol PP selalu nampak terparkir di tepi jalan. Terkadang mutar keliling.Â
Tapi Nasi Gila Gondrong masih sering disebut-sebut oleh Iyas, anak saya, yang sedang pulang ke tanah air ini. Ia bersama teman-teman SMU-nya telah lama jadi pelanggannya.
Malam ini, ia mengajak saya makan Nasi Gila Gondrong. Saya duluan sampai dari panglima Polim, semantara ia dan teman-temannya masih di perjalanan dari Kemayoran.
Jadi saya menunggu, di dalam Taman Surapati yang dilengkapi bangku-bamgku beton dan besi. Saya duduk di tepi kolam air mancur yang sudah macet. Saya memperhatikan banyak pasangan yang sedang pacaran.
Mana gerobak Nasi Gila Gondrongnya?
Setalah Iyas menjemput saya di dekat kantor polisi di sudut Taman Surapati, ia bilang Gondrong belum naik. Maksudnya?
Ternyata setelah saya duduk di bangku plastik dekat gerobak Gondrong di tepi Jalan Basuki, penjual itu belum bisa ke Taman Surapati sebelum lewat pukul 22.00.
Mereka buka sekitar pukul  18.00 dan berhenti jualan pukul 04.00 subuh. Nah, pukul 22.00 baru bergeser ke Taman Surapati. Setelah Satpol PP pulang.
Pertanyaannya kenapa dikatakan Nasi Gila Gondrong sementara tiga orang penjualnya tidak ada yang berambut gondrong?