Pertanyaan awal yang harus diajukan adalah haruskah kita mengentertein prospek (calon customer/client) untuk dapat bisnis?
Jawabnya mau tidak mau harus “ya!” pada situasi dan kondisi saat ini yang menuntut adanya relationship dan kepercayaan sebelum melakukan deal-deal bisnis. Urut-urutannya, untuk mendapatkan kepercayaan, kita harus membangun relationship terlebih dulu.Dan untuk terciptanya relationship kita harus menyenangkan mereka, menghibur mereka alias mengentertein mereka.
Bahkan, ketika telah menjadi customer/client pun kita tetap wajib mengentertein mereka.
Simak apa kata embahnya marketing modern, Philip Kotler dalam bukunya Marketing Management edisi ke sebelas yang diterbitkan oleh Prentice Hall tentang pemasaran.Memuaskan pelanggan tidak lagi mencukupi.Anda harus menyenangkannya.
Pertanyaan kedua, adakah cara entertein yang bermoral dan berbudaya? Dengan tegas saya katakan ada! Tapi memang agak sulit.Dan karena agak sulit inilah maka cara entertein yang berbudaya cenderung ditinggalkan, yang lebih dipilih adalah entertein yang melanggar moral, budaya dan agama.Dampaknya?Menghasilkan outcome berupa berbagai penyimpangan peraturan perundang-undangan dan ekonomi berbiaya tinggi.Yang menderita adalah masyarakat luas di Indonesia.
Pertanyaan ketiga, seperti apakah entertein yang bermoral dan berbudaya itu?
Kita yang mengentertein maupun pihak yang kita entertein selalu mengalaskan pendapatnya, pemikirannya, gagasan-gagasannya, termasuk guyon-guyonnya kepada hati nurani, nilai-nilai moral, nilai-nilai budaya dan agama. Lalu, secara rohani terus melakukan aktivitas melirik ke kiri dan ke kanan serta ke belakang dan ke depan di balik orang yang kita entertein bahwa di situ ada sosok yang menyaksikan yaitu suami atau istri, anak atau orang tua kita yang telah mendidik kita dengan cucuran darah dan air mata agar kita menjadi orang yang sukses dan memiliki keimanan yang tinggi.Dan di atas itu, ada Tuhan yang selama 24 jam terus menerus mengawasi seluruh aktivitas kita.
Ada 101 cara mengentertein yang memiliki dasar kuat untuk membangun relationship dan kepercayaan tapi tidak melanggar nilai moral, nilai budaya dan agama. Tapi saya hanya bisa mengungkapnya sedikit di sini.Itu karena keterbatasan space.Apa saja itu?
1.Menemaninya menservice benda yang menjadi kesayangannya (mobil, raket tennis, dan sebagainya);
2.Mendaftarkannya ke club atau komunitas yang dapat menyalurkan hobby dan kecintaannya (tentu sepersetujuannya);
3.Membeli karyanya jika dia termasuk kategori orang yang kreatif yang memiliki produk dan masuk akal untuk dibeli;
4.Mengikutsertakan dia ke dalam event-event yang Anda ada di dalamnya sebagai panitia atau sebagai undangan khusus dan di situ hadir tokoh-tokoh penting;
5.Mengundang dia sebagai keynote speaker dalam seminar, training dan atau briefing karyawan Anda;
6.Menghadiahkan salah satu karya terbaik Anda, kebalikan dari butir 3 di atas;
7.(Lebih dari itu semua sesungguhnya) menjadi teman yang memberi inspirasi dan menghibur.
Apakah mengundang makan atau minum bukan masuk kategori alat untuk mengentertein?Menurut saya kedua kegiatan itu lebih kepada langkah pembuka, tempat untuk Anda melakukan icebreaker alias“appetizer” dari kegiatan lobi Anda.
Bagaimana menurut Anda?Semoga bermanfaat.
Salam
Zainal Abidin Partao
Penulis buku Teknik Lobi dan Diplomasi untuk Insan Public Relations
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI