Mohon tunggu...
Zainal Partao
Zainal Partao Mohon Tunggu... profesional -

Kini sedang terbakar oleh semangatnya sebagai Konsultan Online buat small business owner yang ingin bisnisnya tumbuh lebih cepat atau membangun kembali bisnisnya yang pernah gagal. Pikiran-pikiran Zainal Partao yang Alumni MM UGM Yogyakarta. ini dapat Anda temukan di webblognya www.garansi-laku.com dan www.terapiniche.com dan www.ulungmenjual.blogspot.co.id.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demi Keharmonisan Keluarga Seutuhnya, Pernikahan Gerindra dan PPP Sebaiknya Dibatalkan Saja

24 April 2014   17:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:15 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sebuah pernikahan, yang menjadi tujuan utama bukan cuma soal mempersatukan hubungan cinta kasih kedua mempelai, pria dan wanita saja.

Yang perlu mendapatkan perhatian juga bukan soal kecocokan antara kedua mempelainya saja.

Tapi pernikahan itu juga harus memperhatikan bagaimana keharmonisan anggota keluarga dari kedua belah pihak setelah terjadinya pernikahan itu.

[caption id="attachment_321174" align="aligncenter" width="300" caption="Foto: Publicdomainpictures"][/caption]

Ketika salah satu mempelai, kehadirannya, menimbulkan perpecahan di dalam keluarga mempelai satunya lagi, apakah pernikahan itu pernikahan yang baik?

Apakah pernikahan itu layak dijadikan teladan oleh seluruh anggota masyarakat lainnya?

Dengan alasan itulah judul tulisan singkat ini saya tulis “Demi keharmonisan keluarga seutuhnya, pernikahan Gerindra dan PPP sebaiknya dibatalkan saja.”

Alasannya, rencana pernikahan itu tidak menjadi teladan bagi masyarakat seluruhnya.

***

Bayangkan. Mempelai pria, Gerindra, ketika dia mencoba meminang mempelai wanita, PPP, lalu mengajaknya bertunangan, anggota keluarga besar mempelai wanita PPP terpecah belah.

-Orang tua dengan anak berselisih.

-Kakak dengan adik berselisih.

-Satu sama lain saling mengusir anggota keluarganya.

-Dan semua perpecahan ini terjadi di keluarga besar mempelai wanita, PPP.

Sebaliknya, keluarga mempelai pria, bukannya berusaha menimbulkan kesejukan di keluarga mempelai wanita, sebaliknya mereka menegaskan, dalam pernyataan bahasa politiknya, “Kami hanya membutuhkan mempelai wanita.”

Itu bisa dilihat dari pernyataan mereka antara lain:

-“Hak mereka untuk menentukan (siapa rekan koalisi). Ini soal etika (jika membatalkan dukungan)”.

-“Kalaupun ada perpecahan, itu dinamika, itu biar mereka sendiri yang harus menyelesaikannya.”

***

Kalau mau mencari asal muasal mengapa terjadi perseteruan dalam keluarga mempelai wanita, PPP, maka saya melihat:

-Ini tidak lain kesalahan dari mempelai wanita yang terlalu bernafsu untuk memenuhi kepentingan diri sendiri, dengan tanpa meminta pendapat seluruh anggota keluarga besarnya langsung saja menyatakan diri ingin menikah dengan sang mempelai pria.  Lupa adat keluarga (AD/ART partai).Oke-oke saja di situ sang mempelai wanita punya peran besar dalam keluarga, menjadi penopang ekonomi keluarga (Ketua Umum yang Menteri).  Tapi dia tetap anggota keluarga yang wajib mendengar pendapat anggota keluarga lainnya ketika hendak mengambil keputusan untuk menikah.

-Di sisi lain, seyogyanya, mempelai pria datang berkunjung ke keluarga wanita, memperkenalkan diri, dan tentunya harus pintar-pintar membawa diri di keluarga wanita ketika meminati seorang wanita.  Contoh teladan mempelai pria yang baik itu adalah Jokowi.  Langkah adat ini Jokowi lakukan dengan sangat-sangat baik sekali.

Tapi untuk mempelai pria (Gerindra) ini mungkin ternyata tidak.  Mungkin dia berpikir, saya hanya butuh mempelai wanitanya saja.  Aku ganteng, aku kaya, aku terkenal, karena kamu yang cinta setengah mati, ayo jadi istriku, lalu urusan meyakinkan keluargamu, sanak saudaramu, itu tugasmu.  Aku tinggal terima bersih.

Nah, ini yang sebetulnya tidak boleh.  Kita orang timur.

Dilihat dari perolehan angka pemilu legislatif kali ini, ada satu lagi mempelai pria, yaitu Aburizal Bakrie.  Seyogyanya Aburizal Bakrie tidak mengikuti kesalahan yang dilakukan Gerindra, tapi belajar dari apa yang sudah dilakukan Jokowi.  Ikut adat istiadat ketimuran.

***

Moral Cerita

Apa moral cerita dari pengalaman rencana pernikahan Gerindra dan PPP yang menimbulkan perpecahan di keluarga besar PPP ini?

1.Sudahlah, akhiri saja rencana pernikahan ini karena hanya menimbulkan perpecahan di dalam keluarga besar mempelai wanita (PPP), yang menimbulkan luka batin di semua anggota keluarga mempelai wanita lainnya. Tujuan pernikahan salah satunya menambah jumlah anggota keluarga dengan harmonis.  Bukan menambah musuh dan bibit perpecahan di dalam anggota keluarga.

2.Saran buat semua calon mempelai pria (parpol penerima mandat rakyat besar), saat akan meminang mempelai wanita, jangan lihat rupa, bentuk tubuh semata dari sang mempelai wanita.  Tapi lihat bagaimana nantinya mempelai wanita ini bisa membawa diri di kedua keluarga, bisa menimbulkan kesejukan dan memberikan teladan, sebagaimana teladan seorang ibu.

3.Belum lama kemarin kita baru saja memperingati hari Kartini.  Walau kurang hingar bingar karena kalah oleh berbagai isu lain.  Tapi setidaknya mempelai wanita bisa meneladani dari seluruh teladan ibu kita Kartini.

4.Dan untuk mempelai pria, pintar-pintar bawa diri, pintar-pintar melakukan pendekatan dan mengambil hati ke seluruh anggota keluarga mempelai wanita.  Jangan hanya memikirkan mempelai wanita saja tapi melupakan anggota keluarganya.  Itu namanya pernikahan yang didasari hawa nafsu saja.

5.Pernikahan bukan untuk kebahagiaan kedua mempelai semata tapi ada mandat di situ membahagiakan seluruh anggota keluarga, memberikan teladan kepada tetangga, dan masyarakat.  Dalam politik, teladan ya diartikan sebagai manfaat.  Pernikahan itu harus memberikan manfaat kepada masyarakat, bangsa dan negara.

Semoga bermanfat.

(Sedikit catatan buat saya.  Saya juga harus menegur diri saya lagi gara-gara tulisan ini. Karena nulis soal politik lagi. Yang dulu katanya enggak mau bicara politik.  Semoga Anda pembaca, juga memaafkan saya karena itu.)

Salam

Zainal Partao

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun