Secara harfiah, ekonomi berasal dari bahasa Yunani "oikonomia" yang terdiri dari dua kata, yaitu "oikos" yang berarti "rumah tangga" dan "nomos" yang berarti "hukum" atau "aturan". Jadi, secara harfiah, ekonomi dapat diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen rumah tangga". Namun, dalam konteks modern, ekonomi mengacu pada ilmu sosial yang mempelajari perilaku manusia dalam mengalokasikan sumber daya yang langka untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka.
Sedangkan politik berasal dari kata Yunani "politikos", yang merujuk pada urusan atau hal-hal yang berkaitan dengan kota atau negara. Jadi, pemaknaan politik secara harfiah adalah segala sesuatu yang terkait dengan pengaturan, pengelolaan, dan interaksi dalam konteks kehidupan kota atau negara.Dalam konteks modern, politik mencakup aktivitas, proses, dan institusi yang terlibat dalam pembentukan dan pelaksanaan kebijakan di tingkat lokal, nasional, dan internasional. Ini meliputi segala hal mulai dari pemilihan umum, pembentukan undang-undang, diplomasi antar negara, hingga pengambilan keputusan ekonomi dan sosial yang memengaruhi kehidupan masyarakat secara keseluruhan.
Dari hal itu dapat dipahami bahwa  ekonomi politik internasional mengacu pada hubungan kompleks antara aspek ekonomi dan politik di tingkat global. Ini melibatkan pemahaman tentang bagaimana kebijakan ekonomi suatu negara dipengaruhi oleh faktor politik, serta bagaimana kebijakan politik dapat memengaruhi kondisi ekonomi baik domestik maupun internasional. Dalam konteks ini, terdapat sejumlah dinamika penting yang perlu diperhatikan.
Pertama, ekonomi politik internasional mencerminkan interdependensi yang semakin meningkat antara negara-negara di seluruh dunia. Globalisasi telah membawa dampak yang signifikan dengan meningkatnya perdagangan internasional, aliran modal, dan integrasi pasar keuangan. Dalam kerangka ini, keputusan ekonomi yang diambil oleh satu negara dapat memiliki dampak yang signifikan pada negara-negara lainnya, baik dalam hal pertumbuhan ekonomi, stabilitas keuangan, maupun tingkat pengangguran.
Kedua, politik sering kali menjadi faktor penentu dalam pembentukan kebijakan ekonomi. Kekuasaan politik dalam suatu negara dapat digunakan untuk mendorong kebijakan perdagangan, fiskal, dan moneter yang mendukung tujuan politik tertentu, seperti pertahanan keamanan nasional, pengaruh geopolitik, atau pemenuhan kebutuhan internal. Sebaliknya, kebijakan ekonomi yang diambil juga dapat memengaruhi dinamika politik, termasuk stabilitas pemerintahan dan dukungan publik.
Ketiga, organisasi internasional dan perjanjian dagang memainkan peran penting dalam ekonomi politik internasional. Organisasi seperti WTO, IMF, dan Bank Dunia mengatur aturan perdagangan global dan memberikan bantuan keuangan kepada negara-negara anggotanya. Sementara itu, perjanjian dagang regional seperti UE, NAFTA, dan ASEAN memengaruhi strategi perdagangan dan investasi antarnegara di wilayah tertentu.
Dalam keseluruhan, artikulasi ekonomi politik internasional mencerminkan dinamika kompleks antara kekuasaan politik dan dinamika ekonomi di tingkat global. Memahami hubungan ini penting untuk meramalkan dan merancang kebijakan yang mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, stabilitas politik, dan kesejahteraan sosial di seluruh dunia.
Salah satu kasus yang cukup menarik akan eksistensi dari ekonomi politik itu sendiri adalah upaya negara-negara Eropa yang menggugat Indonesia melalu aduan kepada WTO akan kebijakan hilirisasi bahan baku baterai yaitu nikel, dimana pemerintah Indonesia sebagai negara penghasil nikel ingin memberhentikan ekspor nikel mentah yang mana hal ini ditujukan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dengan mengekspor barang siap pakai dibandingkan dengan mengekspor bahan baku mentah yang cenderung lebih murah.
Aksi ini mendapatkan tentangan dari negara-negara Eropa yang notabene menjadi konsumen dari ekspor bahan baku nikel ini dikarenakan mereka merupakan negara-negara yang menghasilkan baterai dengan bahan baku nikel yang mana keputusan Indonesia dalam menghentikan ekspor bijih nikel akan memberikan kerugian terhadap mereka karena tidak dapat mendapatkan bahan baku untuk memproduksi baterai terutama yang digunakan untuk kendaraan listrik yang mulai mereka usung. Hal ini menjadi kontroversi sampai dimana Indonesia dipermasalahkan dalam sidang yang diadakan oleh WTO atas dasar dari gugatan negara-negara Eropa yang termasuk sebagai anggota didalammnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H