Kerajaan Asyiria merupakan salah satu kerajaan tertua di Mesopotamia. Assyiria sejatinya telah eksis sejak Kerajaan Akkadia berkuasa (2334-2154 SM). Namun pada masa itu Assyiria hanyalah wilayah kecil yang harus tunduk di bawah kekuasaan Akkadia. Kerajaan Assyiria terbagi atas tiga fase; yakni fase awal, fase pertengahan, dan fase baru. Dalam perjalanan kekuasaannya, kerajaan ini mengalami pasang surut  kekuasaan terurtama setelah pemerintahan Shamsi-Adad I. Hal ini dikarenakan mereka sempat berpindah kuasa ke tangan Kerajaan Babilonia Lama.
Namun di masa pemerintahan Tukulti-Ninurta I (1243-1207 SM), Assyiria berhasil menggempur kekuasaan Babilonia dan melakukan penjarahan ke kuil-kuil Babilonia. Tindakan ini justru membuat rakyat Assyiria membenci Tukulti dikarenakan penjarahan atas kuil merupakan suatu larangan. Hal ini membuat Asssyiria mengalami fase kemunduran, sedangkan Babilonia sendiri mampu bangkit kembali.
Peradaban Asyiria banyak terpengaruh oleh kerajaan Babilonia maupun Sumeria. Akan tetapi selain mengadopsi, mereka juga berinovasi dalam bidang arsitektur dan seni lukis. Selain di bidang seni, kerajaan Asyiria juga mengalami kemajuan di bidang kepustakaan, hal ini terlihat dari temuan 22 ribu buah lempeng tanah liat yang tersimpan di sebuah bangunan yang memiliki kesamaan dengan sebuah perpustakaan modern. Lempeng-lempeng tersebut berisikan tentang informasi mengenai pengobatan, sastra, keagamaan, ilmu alam, sejarah, dan sebagainya. Perpustakaan ini terletak di Kota Niniveh yang saat itu menjadi pusat peradaban Kerajaan Assyiria.
Selain fokus mengembangkan peradaban di bidang intelektual, Asyyiria juga dikenal dengan kerajaan yang cukup aktif melakukan perluasan wilayah. hal ini membuat Kerajaan Assyiria memiliki wilayah yang membentang dari teluk persia hingga Laut Tengah. Dengan wilayah yang meluas, kerajaan ini membangun sejumlah jalan raya guna memperlancar mobilitas wilayah yang berjauhan.
Walaupun beberapa hal mengadopsi peradaban Babilonia, akan tetapi Asyiria juga melakukan inovasi di bidang seni pahat, arsitektur, dan seni lukis.. Perlu diketahui bahwa kerajaan Asyiria sangat mengedepankan aspek militer, hal ini dibuktikan dengan penakulukan-penaklukan yang mereka lakukan sehingga mampu membentuk imperium besar.
Dalam hal kepercayaan, mereka menganut paham politeisme seperti layaknya kepercayaan-kepercayaan yang dianut bangsa kuno yang lain. Mereka menyembah dewa-dewi yang disyiratkan memiliki kekuatan alam. Pada perkembangannya, masuknya pengaruh Romawi pada akhirnya mengubah sistem kepercayaan mereka menjadi monoteisme. Adapun untuk menunjang perekonomian sendiri, mereka bertumpu di bidang pertanian dengan dibangunnya irigasi dan sistem pertanian yang mumpuni. Dalam melakukan transaksi orang-orang Asyyiria masih menerapkan sistem barter yang mana juga digunakan oleh orang-orang Babilonia, Asyiria, dan Sumeria.
Pada intinya, peradaban Asyiria tidak terlepas dari pengaruh bangsa-bangsa sebelumnya. Akan tetapi, hal ini tidak serta-merta membuat mereka mengadopsi semuanya, beberapa bidang seperti seni pahat, arsitektur, dan seni lukis adalah beberapa diantara kemajuan Bangsa Asyiria yang merupakan inovasi mereka sendiri.
Adapun sistem hukum yang sempat dibuat oleh Bangsa Babilonia, merka terapkan guna menegakkan keadilan di wilayah mereka. Bidang kepustakaan merupakan inovasi murni yang dibuat oleh bangsa Asyiria sendiri, dan kemudian dikembangkaan oleh orang-orang Babilonia Baru ketika mereka berdiri menggantikan Kekuasaan Asyiria.