Mohon tunggu...
Zaid Makruf
Zaid Makruf Mohon Tunggu... Marketing -

Kelahiran Magelang. Pernah kuliah di Fisipol UGM Jogja. Merantau ke Jakarta. Bekerja sebagai marketer. Ayah dari Zidan dan Danis. Sekarang tinggal di Tangerang. The meaning of life is to give life meaning.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Parlemen "Bayangan" (Shadow Parliament)

22 Oktober 2016   20:41 Diperbarui: 22 Oktober 2016   20:58 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dipersembahkan untuk anak muda dan mahasiswa Indonesia dalam rangka menyambut Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2016

Korupsi di Indonesia adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Korupsi dilakukan oleh oknum pejabat dari tingkat bawah hingga atas. Dari oknum Kepala Desa, Camat, Kepala Dinas, Bupati/Walikota, Gubernur, Pejabat Eselon, Menteri, bahkan Jenderal Polisi, Hakim, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketua DPR yang lama mundur gara-gara kasus “papa minta saham” karena terindikasi kolusi Ijin Freeport. Para pejabat melakukan korupsi di negeri yang sebagian besar rakyatnya masih miskin. Inilah Paradoks Indonesia.

Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 74 orang politikus terlibat korupsi pada tahun 2007-2014 (Tempo, 15 April 2014).1 Hingga sekarang, terdapat 7 orang anggota DPR periode 2014-2019 yang terbukti korupsi (Kompas, 30 Juni 2016).2 Tak heran jika kepercayaan masyarakat terhadap anggota DPR, lembaga DPR dan partai politik jatuh pada titik nadir. Partai politik adalah sumber kader politik yang menempatkan wakilnya di DPR dan jabatan politis pada menteri.

Survei terbaru SMRC (2016)3, menunjukkan bahwa partai politik sebagai lembaga yang paling rendah mendapatkan kepercayaan publik (52%). DPR sebagai lembaga yang menampung kader partai politik juga memperoleh nilai rendah (55%). Persentasenya jauh di bawah TNI (89%), Presiden (83%) dan KPK (82%).

Bagi kita, tentu ada rasa marah, kesal dan sedih. Bagaimana bisa oknum wakil rakyat memperkaya diri dengan cara-cara kotor. Selama ini kita dipertontonkan dengan kasus korupsi, kolusi proyek, rekayasa dana aspirasi, jalan-jalan ke luar negeri berkedok studi banding, penggunaan fasilitas negara untuk keluarganya hingga kegaduhan politik antar fraksi di DPR. Terdapat juga produk perundang-undangan yang dinilai belum pro-rakyat. Padahal mereka dipilih agar amanah memperjuangkan aspirasi rakyat. Apakah kita akan diam saja?

Saatnya anak muda mengambil peran. Jangan tinggal diam! Percuma jika hanya menggerutu atau menghujat anggota DPR yang tidak bekerja dengan benar. Itu tidak akan mengubah kondisi bangsa. Kalau dibiarkan, maka mereka makin bebas berkuasa. Bahkan, memakai kekuasaan demi kepentingan pribadi atau golongan.

Wahai anak muda…Indonesia membutuhkan kita! Kita sudah melangkah jauh. Kita sudah melihat banyak. Tapi masih banyak lagi yang harus kita lakukan. Lihatlah Sumpah Pemuda, gerakan Budi Oetomo, peristiwa Rengasdenglok, Proklamasi dan gerakan Reformasi. Semua dipelopori oleh anak-anak muda idealis dan nasionalis. Mereka ingin Bangsa Indonesia benar-benar merdeka, berdaulat, sejahtera dan berkeadilan.

Kontrol Sosial sebagai Pengawal Demokrasi

Anggota DPR perlu kita kontrol. Mereka juga manusia, bukan malaikat. Sifat dasar manusia, kadang tergoda karena iming-iming. Kadang terlena karena kenyamanan (comfort zone). Kadang lemah karena tekanan. Kadang lelah karena kalah. Kadang licik karena ada celah. Kadang salah karena khilaf. Kadang pinter tapi keblinger. Kita harus mengontrol mereka agar "bekerja keras, bekerja ikhlas dan bekerja tuntas" untuk kepentingan rakyat.

Di sisi lain, pemerintah juga perlu dikontrol sehingga kebijakannya benar-benar mensejahterakan rakyat. Draft perundang-undangan yang disahkan oleh DPR dapat berasal dari pemerintah. Presiden pun memiliki hak prerogratif, misalnya memilih menteri atau mengusulkan pejabat negara lainnya. Oleh karena itu, dukungan rakyat kepada pemerintah penguasa selayaknya diikuti dengan kontrol sosial agar tidak melenceng dari tujuan kebijakan itu sendiri.

Anak muda Indonesia dapat menjadi bagian dari kontrol sosial dengan terlibat aktif dalam proses politik sebagai pengawal demokrasi di Indonesia. Salah satu cara yaitu dengan membentuk Parlemen "Bayangan" (shadow parliament) melalui media sosial atau pelembagaan inisiatif itu sendiri (apapun namanya nanti). Parlemen "Bayangan" ini bertugas mengontrol parlemen inti di DPR dan memperkuat fungsi DPR untuk mengontrol pemerintah agar bekerja dengan baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun