Mohon tunggu...
zahwa minhatus
zahwa minhatus Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sampai Kompilasi Hukum Islam

19 Maret 2024   09:23 Diperbarui: 19 Maret 2024   09:36 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Rukun dan Syarat Perkawinan

Di dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bab 2 pasal 6 ditemukan syarat-syarat perkawinan sebagai berikut:

1. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum setahun harus mendapat izin kedua orang.

3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orangtua yang mampu menyatakan kehendaknya.

4. Dalam hal kedua orangtua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka izin diperoleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya.

5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini, atau salah seorang lebih di antara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah terlebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3), dan (4) pasal ini.

6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu dari yang bersangkutan tidak menentukan lain.

Pembatalan dan pencegahan Perkawinan

 Di dalam fikih sebenarnya dikenal dua istilah yang berbeda kendati hukumnya sama yaitu nikah al-fasid dan nikah al-batil. Al-Jaziry ada menyatakan bahwa nikah fasid adalah nikah yang tidak memenuhi salah satu syarat dari syarat-syaratnya, Adapun nikah batil ialah apabila tidak terpenuhinya rukun. Hukum nikah al-fasid dan batil adalah sama-sama tidak sah. Dalam terminologi undang-undang perkawinan nikah alfasid dan al-batil dapat digunakan untuk pembatalan dan bukan pada pencegahan. Bedanya pencegahan itu lebih tepat digunakan sebelum perkawinan berlangsung Adapun pembatalan mengesankan perkawinan telah berlangsung dan ditemukan adanya pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan baik syarat maupun rukun.

 Perspektif Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pencegahan perkawinan diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dalam Pasal 13 yang bunyinya: Perkawinan dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. Tidak memenuhi persyaratan seperti yang dimaskud di dalam ayat di atas mengacu kepada dua hal; syarat administratif dan syarat materiil.5 Syarat administratif berhubungan dengan administrasi perkawinan sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian yang membahas tata cara perkawinan. Adapun syarat materiil menyangkut hal-hal mendasar seperti larangan perkawinan yang akan dibahas pada bagian lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun