Mohon tunggu...
Rama_zar
Rama_zar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Make a story

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Agraria: Benarkah Tanah sebagai Investasi?

16 April 2022   21:07 Diperbarui: 16 April 2022   21:13 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seperti yang kita tahu, property dalam hal ini adalah tanah/rumah (tempat tinggal) adalah bagian dari keputuhan pokok manusia. Karena rumah adalah tempat manusia untuk tinggal dan berlindung. Sama halnya dengan kebutuhan sandang dan pangan sebagai kebutuhan primer manusia.

Sebagai kebutuhan primer manusia ketiga hal tersebut haruslah dipenuhi secara penuh, sehingga manusia dapat tumbuh dan berkembang pada era ini dengan tanpa memikirkan kebutuhan primer mereka.

Namun pada masa ini terdapat kesalahan pemaknaan terhadap rumah/tanah/lahan yang dianggap sebagai bentuk dari investasi. Hal ini dapat menimbulkan kenaikan harga yang signifikan di kemudian hari, mungkin tidak akan terasa dalam kurun waktu 1 atau 2 tahun tetapi akan sangat terasa nantinya ketika lahan sudah menjadi terbatas yang mungkin terjadi dalam kurun waktu 10-20 tahun ke depan.

Hal ini dirasa pemerintah perlu untuk memperhatikan permasalahan ini, karena hal ini akan berdampak besar nantinya terhadap fluktiasi ekonomi di Indonesia di masa yang mendatang

Jika kita bandingkan dengan fenomena kelangkaan dan kenaikan harga pada minyak goreng yang baru baru ini terjadi. Pemerintah cukup cepat menangani permasalahan tersebut dengan pembuatan peraturan batas maksimal harga eceran per liter sebagai bentuk pencegahan kenaikan harga yang semakin tinggi lagi. Seharusnya pemerintah juga harus bertindak terhadap permasalahan tanah ataupun lahan. Karena keduannya sama sama merupakan kebutuhan primer.

Jika kita lihat sekarang sebenarnya sudah ada peraturan dalam hukum agraria yang mengatur batas luasan maksimal tanah yang bisa dimiliki yaitu tidak lebih dari 5 bidang atau 5000m2. Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal.

Tetapi, pada penerapannya masih belum dapat dikatakan baik karena masih saja banyak orang yang memiliki tanah (menimbun) melebihi batas yang telah ditentukan oleh pemerintah.

Sebagai contoh di luar negeri. Singapura memberlakukan tambahan bea ABSD (Additional Buyers Stamp Duty) 30% jika lahan developer tidak dijual menjadi unit hunian dalam kurun waktu 5 tahun. ABSD (Additional Buyers Stamp Duty) juga dikenakan pada pembelian hunian kedua, serta pembelian rumah oleh pemegang permanent resident dan foreigner

Oleh karena itu pemerintah perlu memberlakukan peraturan yang baru yang mengikat pada keseluruhan serta peraturan yang benar benar diberlakukan bukan hanya sekedar ada. Karena jika tidak, maka harga tanah/lahan/rumah (tempat tinggal) akan semakin melambung tinggi di kemudian hari.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun