Mohon tunggu...
Aulia latifa Zahra
Aulia latifa Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Love my self

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review Jurnal Internasional | Psikologi Pendidikan

20 Desember 2024   14:36 Diperbarui: 20 Desember 2024   14:36 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Judul Jurnal: Impact of Social Media on Basic School Children's Language Achievement
Penulis: Hidayat Nur Septiadi, Khairul Utomo, Fakhri Fakhrur Rozy, Arfian Arrosid Nurd, Alfa Rosyid Abdullah
Jurnal: Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Volume: Vol. 9 No. 2
Tebal Jurnal: 140-146 Halaman
Tahun Terbit: 2020
ISSN: p-ISSN 2301-6744
DOI: https://doi.org/10.15294/seloka.v9i2.28028

Jurnal ini membahas pengaruh media sosial terhadap pemerolehan bahasa pada anak-anak usia sekolah dasar dari perspektif psikologi linguistik, yaitu sebuah pendekatan yang mengkaji hubungan antara perkembangan bahasa dan faktor sosial-psikologis. Media sosial seperti YouTube, Instagram, atau Facebook telah menjadi platform yang berhubungan antara interaksi generasi muda, termasuk anak-anak. Kehadiran media sosial memberikan akses luas terhadap berbagai bentuk komunikasi digital yang secara langsung memengaruhi perkembangan bahasa anak. Namun dalam jurnal ini, penulis menyoroti bahwa penggunaan bahasa dalam media sosial sering kali jauh dari kata standar bahasa baku. Hal ini memunculkan kekhawatiran bahwa penguasaan bahasa anak dapat terganggu oleh paparan kosakata tidak baku dan istilah-istilah populer yang mendominasi perkembangan media sosial.

Penulis berfokus pada pentingnya memahami bagaimana media sosial memengaruhi pemerolehan bahasa, khususnya pada anak usia 6-12 tahun. Usia ini merupakan periode krusial dalam pengembangan keterampilan bahasa karena anak berada pada tahap awal pembantukan kosakata, tata bahasa, dan pola komunikasi yang lebih kompleks. Pada satu sisi, media sosial dapat menawarkan peluang untuk memperkaya kosakata melalui interaksi dengan berbagai konten, namun di sisi lain, media sosial juga dapat menyebabkan anak mengadopsi bahasa yang kurang sesuai dengan norma kesopanan atau kaidah bahasa baku.
Untuk mengungkap pengaruh tersebut, peneliian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif. Pendekatan ini dipilih karena memungkinkan peneliti untuk mengamati dan mendeskripsikan permasalahan secara rinci sesuai dengan ketentuan dan konteksnya. Penelitian dilakukan di Desa Sukowiryo, Bondowoso, tempat tersebut dipilih karena karakteristik uniknya sebagai wilayah perbatasan antara budaya desa dan kota. Pemilihan tempat bertujuan untuk melihat bagaimana teknologi modern, termasuk media sosial dalam memengaruhi masyarakat pedesaan. Desa tersebut memiliki lingkungan budaya lokal yang masih cukup kuat, sehingga dampak media sosial terhadap pemerolehan bahasa anak-anak dapat terlihat lebih jelas.

Penelitian ini berfokus pada observasi dan analisis ucapan anak-anak. Peneliti mengamati bagaimana kosakata atau frasa yang populer di media sosial, seperti istilah kata atau ungkapan khas tertentu, diadopsi dan digunakan dalam percakapan sehari-hari oleh anak-anak. Dengan cara ini, peneliti dapat mengidentifikasi sejauh mana media sosial memengaruhi bahasa anak-anak, baik dari segi  pengayaan kosakata maupun perubahan pola komunikasi mereka. Jurnal ini menjadi kontribusi penting dalam memahami bagaimana teknologi modern memengaruhi perkembangan bahasa generasi muda.

Hasil penelitian menemukan bahwa soial media secara signifikan memengaruhi kosakata anak-anak, baik secara positif maupun negatif. Beberapa kosakata populer yang digunakan anak-anak adalah hasil imitasi dari konten media sosial, seperti YouTube, TikTok, atau Instagram. Misalnya, kata-kata seperti "lo gue" digunakan sebagai pengganti "saya kamu" dalam percakapan sehari-hari untuk memberikan kesan santai dan trending. Kata "Gaes/Bro" digunakan sebagai sapaan untuk sekelompok teman. Kata "Kuy" merupakan kebalikan dari kata "Yuk" sering digunakan sebagai ajakan. Kata "Anjay" sering digunakan untuk mengungkapkan kekaguman tanpa makna baku. Kata "Mabar" sebagai akronim dari kata "Main Bareng" sering digunakan saat bermain game online.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa media sosial memiliki pengaruh yang kompleks terhadap pemerolehan bahasa anak. Dampak positifnya adalah kemampuan anak untuk mempelajari kosakata baru dan menyesuaikan diri dengan trend komunikasi modern. Namun, dampak negatifnya yaitu tergesernya penggunaan bahasa baku telah diajarkan di lingkungan sekolah ataupun rumah, dan hilangnya norma kesopanan dalam berbahasa. Untuk mengatasi hal ini, penulis merekomendasikan peran aktif orang tua dan guru dalam mengawasi penggunaan media sosial oleh anak-anak. Selain itu, penting untuk memanfaatkan media sosial sebagai alat pembelajaran yang diarahkan untuk mendukung pengembangan bahasa secara positif.

- Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan yang terdapat dalam penelitian ini yaitu pemilihan topik yang relevan, penelitian ini membahas isu yang sangat kontekstual dengan perkembangan teknologi di era modern. Penulis tidak hanya membahas aspek perkembangan bahasa dari sisi kognitif, tetapi juga memperhatikan pengaruh sosial budaya yang melekat pada anak-anak dalam konteks penggunaan media sosial. Penelitian ini juga didukung oleh data yang kaya akan kontribusi ilmiahnya, berupa hasil observasi langsung terhadap ucapan dan perilaku bahasa anak-anak. Oleh karena itu, pendekatan ini menjadi gambaran konkret tentang bagaimana media sosial memengaruhi kosakata, pola komunikasi, dan preferensi bahasa anak-anak usis sekolah dasar.

Namun, terdapat beberapa kelemahan yang terlihat dalam penelitian ini. runag lingkup sampel yang terbatas menjadi salah satu kendala utama. Penelitian hanya dilakukan pada tujuh anak pada satu lokasi, yakni Desa Sukowiryo, Bondowoso. Meskipun lokasi ini memiliki karakteristik unik, hasil penelitian belum dapat digeneralisasikan ke populasi yang lebih luas. Selain itu, penelitian ini cenderung berfokus pada deskriptif kualitatif tanpa adanya analisis kuantatif yang mendukung. Tidak adanya data statistik seperti frekuensi penggunaan kata atau pola perubahan bahasa yang terukur membuat kesimpulan yang dihasilkan kurang memiliki kekuatan untuk membuktikan hubungan secara lebih jelas. Oleh karena itu, penelitian lanjutan dengan desain kuantitatif atau campuran dapat melengkapi kelemahan ini untuk temuan yang lebih valid dan generalisabel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun