Mohon tunggu...
Zahrotul Mutoharoh
Zahrotul Mutoharoh Mohon Tunggu... Guru - Semua orang adalah guruku

Guru pertamaku adalah ibu dan bapakku

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Harapan Kami

5 November 2023   17:47 Diperbarui: 5 November 2023   17:48 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ku berdiri dengan tegak. Bongkahan bangunan berserakan di tanah. Hancur berkeping-keping. Di sekitarku.

Ku tersenyum ketika melihat saudara-saudaraku. Mangkat atas kuasa-Nya. Meski perih di hati. Atas kesedihan ini.

Senyum atas janji Tuhan. Syahid di jalan-Nya. Yang akan selalu mengintai jalan hidup kami. Kematian.

Sahabat jauhku bertanya kepadaku di usia kanak-kanakku. Apa cita dan harapan di masa dewasaku. Aku tersenyum. Dan ku tatap matanya.

Kami tidak bisa berbicara masa dewasa. Karena kami di masa muda bisa saja terkena tembakan. Di jalan ketika kami berjalan. Bahkan ketika kami bermain.

Teman, sahabat dan saudara di sekitarku. Bahkan di usia masih bayi. Bisa terkena reruntuhan bangunan. Tak dapat merasakan usia lebih panjang lagi.

Tiada yang ku takutkan. Tidak suara dentuman bom. Bukan pula suara senjata api. Hanya takut kepada Dia, Tuhan kami.

Terima kasih wahai sahabat jauhku. Engkau jauh di hamparan bumi. Di sisi lain tanah kami. Tetapi dekat di hati kami.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun