"Mendampingi anak tunanetra berjalan itu tidak semudah itu lho..", kata bu Mira di kelasku beberapa hari yang lalu.
Begitu kira-kira bu Mira menjelaskan kepadaku dan teman-temanku. Bu Mira memang guru khusus tunanetra.Â
Sebelumnya aku bercerita, ketika piknik bersama anak-anak asrama sekolah, kakiku sakit. Karena terantuk batu ataupun terperosok ke lubang di jalan.
"Menjadi pendamping awas harus bisa membuat nyaman si anak tunanetra. Tidak asal nuntun..", lanjut bu Mira.
Ya, memang saat piknik, bu Mira tidak ikut karena sedang ada acara keluarga. Jadi aku didampingi oleh bu Karmi. Beliau memang bukan guru untuk anak tunanetra.
"Ada teknik berjalan dengan pendamping awas. Contohnya saja anak tunanetra memegang lengan pendamping awas di lengan tangannnya".
Aku memperhatikan penjelasan dari bu Mira. Ya, bu Mira memang orang yang memperhatikan dengan detail. Tulisan braille harus benar karena akan dipakai seterusnya. Termasuk cara berjalanpun sebisa mungkin sesuai dengan  ilmunya. Sehingga anak tunanetra akan nyaman.
***
"Bu Mira tadi sudah mengatakan kalau menjadi pendamping tunanetra itu tidak mudah. Itu karena jika sampai anak tunanetra tidak nyaman atau sampai terantuk benda, maka yang disalahkan adalah si pendamping awasnya..".
Dan hari ini kami diajak praktik berjalan dengan pendamping awas. Kami, satu persatu, melakukan praktik berjalan dengan memegang lengan bu Mira.
"Selama ini bu Mira melihat kalian berjalan jika dengan pendamping awas, tidak memegang lengan si pendamping awas dengan benar.. Hanya ditempelkan di tangan pendamping awas..".