Contoh lain, misalkan orangtua memiliki anak tunanetra. Jika orangtua tahu bahwa anak memang tak bisa melihat maka jangan beri harapan kepada diri sendiri dan kepada si anak, bahwa suatu saat anak akan bisa melihat dan menulis seperti anak yang penglihatannya normal.
Jika hal tersebut dilakukan oleh orangtua, maka akan menimbulkan angan-angan kepada si anak bahwa hal tersebut akan terjadi. Selain itu anak akan malas untuk belajar sesuai dengan kebutuhannya tersebut.Â
Jadi sebagai orangtua akan lebih baik jujur kepada diri sendiri bahwa anaknya tak akan sesuai seperti keinginannya (menjadi bisa melihat) dan lebih memberikan dorongan kepada anak untuk mau belajar sesuai dengan kekhususannya. Dan lebih fokus untuk mengembangkan potensi anak. Dengan demikian si anak tak akan berandai-andai.
Bahkan bila mungkin, orangtua ikut mempelajari dunia si anak. Belajar mengenal anaknya sendiri dan bagaimana mendidik anaknya tersebut. Belajar bahasa isyarat bagi orangtua dari anak tunarungu, belajar menulis dan membaca huruf braille dan sebagainya.
Jadi terimalah diri yang memiliki anak berkebutuhan khusus agar si anak mampu menerima keadaannya sendiri dan mampu mengembangkan potensinya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H