"Kalau ada waktu luang konsultasi sama pak War saja, dik..".
Pesan itu seperti membuka jalan untukku. Setelah sebelumnya aku menanyakan tentang kemungkinan tak ku masukkan tunjangan pasanganku.
"Alasannya apa?"
Begitu kurang lebih ketika ku tanyakan kemungkinan itu kepada saudara sepupuku yang kebetulan bekerja di bagian kepegawaian dinas.
Ya, aku tahu mas Said tahu masalahku. Dari pakdhe dan budheku. Bapak dan ibunya mas Said.
Masalah rumah tanggaku yang diambang kehancuran. Suamiku telah menyatakan akan maju ke Pengadilan Agama, meski pada akhirnya sampai saat ini tak dilakukan. Dia mbolak mbalik dengan kata cerai dan tak berniat cerai.Â
Terserah.
Dan memang tunjangan ini pada akhirnya menjadi bebanku, meski seharusnya tidak seperti itu. Tetapi setidaknya dia, yang sampai saat ini masih berstatus suamiku pernah menanyakan tunjangan suami yang melekat pada gajiku.
Hai kau suamiku, bagaimana dengan tanggungjawabmu kepadaku? Ku tak pernah menerima nafkah darimu. Kenapa harus seperti "minta jatah" dariku.Â
***
Kilas balik dari hatiku.Â