Aku berjalan pelan-pelan dari rumah menuju rumah baru mbah uti. Aku hanya sendiri. Aku kangen pada mbah uti.Â
Di sekitar rumah mbah uti ada banyak rumah yang terlihat sudah lama ditempati. Terlihat batu dan modelnya sudah lama. Dan ada juga yang baru.Â
Mereka pasti sangat tenang. Bahagia bersama menunggu kami yang masih hidup ini.Â
"Assalamu'alaikum ya ahli kubur.. Assalamu'alaikum mbah uti..".
Ku dekati batu nisan putih tulang bertuliskan nama mbah utiku. Sudah satu tahun lebih mbah uti meninggal.
***
Aku ingat dulu mbah uti selalu semangat dan tegas kepadaku dan mbak-mbak dan mas-masku. Apalagi kalau dalam hal shalat, ngaji dan puasa.
"Syifa, ayo shalat karo mbah uti..", kata mbah uti dengan agak terbata-bata.
Ya, karena memang mbah uti sakit. Kata ibuku, mbah uti stroke. Jadi tidak bisa kemana-mana sendiri. Dan ketika bicara agak belibet.
Aku segera mengambil air wudhu di kamar mandi mbah uti. Ku ambil mukena hadiah dari  mbah uti.