Nisa memperhatikan bapaknya yang sedang ngomong sama seseorang di teras rumah.
"Pun dahar dereng jenengan, mbah?", tanya bapak kepada orang itu.
Orang itu terlihat sudah tua. Mungkin seusia mbah kakungnya Nisa.
"Sampun, nak.. Maturnuwun..", kata orang itu. Sebut saja namanya mbah Kasman.
Seusia mbah kakungnya Nisa, tetapi mbah Kasman itu tetap menjajakan dagangannya. Hanya dengan berjalan kaki saja. Kalau mbah kakungnya Nisa itu pensiunan guru. Memelihara ayam di rumahnya setelah pensiun.
Terlihat sangat lelah mbah Kasman. Oleh bapak diambilkannya segelas air putih.
"Ini mbah..", kata bapak sambil memberikan air minum itu.
Mbah Kasman menerima segelas air yang diberikan bapak.Â
***
"Mbah Kasman tetap shalat nggih, mbah?", tanya bapak. Nisa masih mendengarkan percakapan bapak dengan mbah Kasman.
"Tesih, nak..", jawab mbah Kasman.
Bapak masuk ke dalam rumah. Kemudian keluar lagi dengan membawa kresek.
"Ini ada sarung, mbah.. Bisa untuk ganti..", kata bapak.
"Nggih, nak.. Terimakasih..", kata mbah Kasman seraya menerima bingkisan dari bapak.
"Mbah Kasman juga mengaji, kan? Punya Al Quran kan mbah?", sambung bapak.
"Ada, nak. InsyaAllah simbah tetap mengaji dan shalat. Ya meski bacaan simbah ini "grathul-grathul".. Mboten lancar..", kata mbah Kasman.
***
"Nisa, kamu sedang apa di situ?", tanya ibu sambil mengernyitkan dahi.
"Mendengarkan bapak sama mbah Kasman, bu. Kasihan ya, bu.. Sudah tua banget, tapi tetap semangat berjualan kerupuk.. Hanya berjalan kaki saja..", jawab Nisa. Ibu tersenyum mendengarnya.
"Ayo, bantu ibu membawa kue ini ke teras.. Biar mbah Kasman dhahar kue ini, Nis..", ajak ibunya.
Nisa membawa sepiring kue ke teras. Ibu menyusul dengan membawa uang. Ya untuk membayar kerupuk yang dibeli dari mbah Kasman.
"Ini pak, mbah. Silakan didhahar..", kata Nisa.
Bapak dan mbah Kasman tersenyum. Mereka menikmati kue buatan ibu.
***
"Mbah Kasman ini hebat lho, Nis..", kata bapak.
"Beliau sudah sepuh tetapi tetap semangat berjualan. Semangat juga shalatnya. Dan juga mengajinya..", sambung bapak.
Nisa mendengarkan apa yang diucapkan bapak. Di situ masih ada mbah Kasman.
Memang selama ini Nisa kadang malas disuruh shalat atau mengaji. Alasannya capek. Padahal Nisa cuma bermain saja. Padahal Nisa sudah kelas lima. Satu tahun lagi sudah SMP.
"Sing sregep ya, ngger.. Ya sinaune.. Ya shalate.. Ya ngajine..", kata mbah Kasman kepada Nisa.
Nisa tersenyum. Agak malu juga dia sama mbah Kasman.
"Iya mbah. InsyaAllah..", ucap Nisa.
"Nah.. Gitu dong, Nis.. Mbah Kakungmu, mbah Putrimu saja rajin semua lho.. Bapak, ibu juga selalu memberikan contoh..", kata ibu.
"Iya iya, bu..", kata Nisa sambil tersenyum.
Ya, Nisa harus meniru kebaikan simbah kakung, mbah putri, bapak dan ibunya. Dan juga meniru mbah Kasman ini.
"Pun nggih, nak.. Saya pamit.. Maturnuwun sanget  pun maringi unjukan kaliyan kue..", kata mbah Kasman.
Ibu segera memberikan uang kerupuk yang sudah dibelinya dari mbah Kasman. Mbah Kasman langsung pulang, tidak muter kampung lagi. Karena semua kerupuk di dalam tasnya diborong bapak dan ibu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H