Sebut saja namanya Dina. Aku mengenalnya saat mengikuti acara penulisan buku yang diadakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan beberapa tahun yang lalu. Tepatnya menulis buku guru dan buku siswa untuk siswa SLB, bidang studi Pendidikan Agama dan Budi Pekerti.
Dina ini beragama Kristen. Sekarang kami berdua berada di satu kantor. Entah kenapa kami seperti cocok kalau ngobrol tentang pendidikan. Tapi, tentu saja tidak semua cocok 100% sih. Hehe.
Sebenarnya banyak teman penulis buku agama yang juga dekat, baik yang beragama Islam, kristen, katholik. Tetapi Dina ini mempunyai nilai lebih menurutku. Dia seorang yang ceplas ceplos. Apa adanya. Aku juga mengenal suaminya dan putri cantiknya.Â
Suaminya adalah seorang pendeta. Dina sendiri sering mengisi kegiatan sebagai seorang pendeta juga. Aku yakin, dia sangat kuat keimanannya. Begitu juga dengan suami dan anaknya.
Meski kami sangat bertolak belakang dalam keimanan, tetapi kami saling menghargai. Dina dan keluarga tentu tahu aku berasal dari keluarga yang juga memegang teguh ajaran agama kami. Islam. Tetapi kami tidak ingin saling mempengaruhi satu sama lain.
***
Beberapa waktu yang lalu, jelang hari raya iduladha, aku dan Dina ngobrol-ngobrol saat berjemur di sekolah. Yang kami obrolkan saat itu tentang meninggalnya bapak dari sahabat kami. Ika.
Bapaknya Ika meninggal di tanah suci dua tahun yang lalu. Tentu saja dimakamkan di sana. Tidak bisa dibawa pulang ke tanah air.
"Mesakke ya, bu", kata Dina.
"Iya, Din. Tetapi setiap orang yang berhaji itu berharap dapat meninggal di tanah suci. Meninggal di sana", ucapku.
Dina agak tidak menyangka dengan jawabanku.