Buku harian atau buku diary tidak asing bagi orang seusia saya ke atas. Untuk anak muda jaman now tentu jarang yang tahu. Bahkan mungkin tidak tahu.
Setiap hari, apa yang dialami dituliskan. Baik itu hal yang menyenangkan, maupun yang menyedihkan. Baik itu yang baik, maupun yang buruk. Baik yang berkesan maupun tidak. Baik yang penting maupun yang tidak penting. Dan sebagainya.Â
Nah, tulisan-tulisan tersebut ditulis dalam buku khusus yang bernama buku harian atau buku diary. Kalau dulu, tulisan-tulisan ini merupakan rahasia seseorang. Jika terbaca oleh orang lain bisa marah dan malu.Â
Kalau sekarang sudah jarang ditemukan orang yang menulis seperti itu. Apalagi mempunyai rasa malu jika dibaca orang lain.
Sekarang, apa kaitannya dengan pendidikan? Tentu saja berkaitan.
Seorang guru atau pendidik memiliki tugas tidak hanya mengajar di kelas. Tetapi juga membuat perencanaan, pelaksanaan pembelajaran di kelas, termasuk melakukan pencatatan harian siswa.Â
Kalau di sekolah khusus seperti SLB, pencatatan kegiatan harian siswa dilakukan perhari. Dan tentu saja untuk per-siswa. Tentu saja agak merepotkan. Apalagi jika jumlah siswanya lebih dari 8 anak.
O iya, setiap guru di SLB mengajar minimal 1 anak. Dan maksimal 8 anak. Kecuali jika memang tenaga guru atau pendidik kurang, maka siswanya bisa lebih dari itu. Tetapi pelaksanaan bisa dibagi jam mengajarnya. Ada yang masuk pagi dan ada yang masuk siang misalnya.
Nah, karena kami melayani secara individual tentu saja harus memiliki catatan harian per-anak per-harinya. Karena tentu yang dicapai setiap anak akan berbeda.
Dengan adanya catatan harian tersebut, nantinya dapat dikomunikasikan kepada orangtua di rumah. Disampaikan kepada orangtua/ wali, anak sudah belajar apa, mencapai apa, kemudahan selama belajar anak apa, kesulitan anak apa, dan seterusnya.Â
Dengan demikian, orangtua dapat melanjutkan pembelajaran di rumah sesuai dengan catatan harian tersebut.