Sikap "love of money" (cinta uang) dalam konteks sifat generasi Gen Z (lahir antara 1997 hingga 2012) mencerminkan campuran antara pragmatisme, ambisi, dan respons terhadap ketidakpastian ekonomi yang mereka hadapi. Banyak dari Gen Z yang memiliki sikap pragmatis terhadap uang. Mereka sadar akan ketidakpastian ekonomi dan biaya hidup yang tinggi, sehingga mereka berusaha untuk mandiri secara finansial sejak usia muda. Gen Z cenderung lebih fokus pada pengelolaan keuangan yang lebih bijak dan efisien dibandingkan generasi sebelumnya.Â
Dalam mencari kemandirian finansial, banyak Gen Z yang terlibat dalam bisnis sampingan. Mereka menggunakan berbagai platform digital (misalnya, media sosial, YouTube, atau e-commerce) untuk menghasilkan uang, menjadikan mereka lebih berorientasi pada usaha dan peluang bisnis, alih-alih bergantung sepenuhnya pada pekerjaan tradisional.
Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan YouTube memperlihatkan kehidupan yang serba mewah dan penuh konsumsi. Gen Z sering terpapar dengan konten yang menunjukkan gaya hidup kaya raya—seperti mobil mewah, liburan eksotis, dan produk-produk branded—yang membuat mereka terkadang merasa terinspirasi untuk mengejar kekayaan material. Meskipun banyak yang terpengaruh oleh standar konsumtif ini, beberapa dari Gen Z juga memilih untuk menyampaikan identitas mereka melalui konsumsi yang lebih bijak dan terarah, seperti membeli barang-barang yang sesuai dengan nilai pribadi mereka, seperti produk ramah lingkungan atau merek yang mengutamakan keberlanjutan.
Banyak Gen Z yang melihat uang sebagai sarana untuk mencapai kebebasan finansial. Mereka ingin bebas dari tekanan ekonomi dan memiliki kontrol atas waktu dan cara hidup mereka. Oleh karena itu, mereka sering kali memilih untuk menginvestasikan waktu dan uang mereka pada pengembangan diri, pendidikan, atau investasi jangka panjang untuk mencapai kebebasan tersebut.Â
Gen Z lebih memilih fleksibilitas dalam bekerja, seperti bekerja remote atau menjadi digital nomad. Mereka cenderung melihat uang sebagai alat untuk mencapai gaya hidup yang lebih bebas dan fleksibel, bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan material.
Sebagian besar Gen Z memiliki kesadaran sosial yang tinggi, termasuk kritik terhadap ketimpangan ekonomi dan ketidakadilan sosial. Mereka lebih cenderung mendukung kebijakan yang berorientasi pada pemerataan kekayaan, seperti peningkatan upah minimum atau penerapan pajak progresif, serta lebih peduli terhadap perusahaan yang memiliki tanggung jawab sosial.Â
Banyak dari mereka yang tidak hanya fokus pada uang, tetapi juga pada cara uang itu dihasilkan dan dipergunakan. Misalnya, mereka lebih suka membeli produk dari merek yang memiliki komitmen terhadap keberlanjutan atau perusahaan yang peduli pada masalah lingkungan dan sosial.
Meskipun banyak dari Gen Z yang sadar akan pentingnya pengelolaan uang, ada juga sisi lain yang terpengaruh oleh FOMO (fear of missing out). Tekanan sosial yang ditimbulkan oleh media sosial bisa membuat mereka merasa harus mengikuti tren konsumsi yang mahal dan terlihat sukses. Ini kadang-kadang memotivasi mereka untuk mengejar uang demi bisa tampil sesuai dengan standar tertentu.Â
Beberapa anggota Gen Z terjebak dalam mentalitas 'show-off' (pamer kekayaan) karena tekanan untuk menunjukkan kehidupan yang serba indah di media sosial. Ini bisa membuat mereka mengejar pengeluaran untuk membeli barang-barang mewah demi menjaga citra di mata teman-teman dan pengikut media sosial.
Sikap Gen Z terhadap uang bisa digambarkan sebagai kombinasi antara ambisi finansial yang kuat dan kesadaran sosial yang tinggi. Mereka ingin sukses secara finansial, tetapi tidak selalu terjebak dalam konsumsi berlebihan atau materialisme tanpa makna.Â
Gen Z lebih memilih mengelola uang mereka secara bijak, mencari kebebasan finansial, dan ingin hidup lebih mandiri—serta berupaya untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih adil secara ekonomi. Namun, tekanan sosial dan pengaruh media sosial tetap menjadi faktor yang memengaruhi cara mereka melihat dan mengejar uang.