Mohon tunggu...
Zahrotul Lutfiyah
Zahrotul Lutfiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dibalik Hujan

12 Desember 2024   08:58 Diperbarui: 12 Desember 2024   08:58 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan turun dengan deras di sore yang kelabu. Angin yang menyusuri jalanan membawa aroma tanah yang basah, seakan memberi kehidupan pada setiap sudut kota. Di sebuah warung kopi kecil, Rani duduk di sudut dekat jendela. Secangkir kopi panas mengepulkan uap ke udara, namun pikirannya jauh dari hangat.

Hari itu adalah hari pertama Rani kembali ke kota setelah dua tahun mengasingkan diri. Dia meninggalkan kota ini, meninggalkan kenangan yang selama ini membebani dirinya. Namun, sesaat setelah dia tiba di sini, perasaan itu kembali datang: berat, penuh penyesalan.

Rani menghela napas panjang. Jari-jarinya menyentuh cangkir kopi, namun tak ada rasa ingin meminumnya. Matanya tertuju pada jalan yang mulai terendam air hujan. Dia teringat pada Yuda, teman masa kecil yang pernah menjadi segalanya baginya. Mereka saling berbagi cerita, tawa, bahkan mimpi. Namun, suatu kejadian mengubah semuanya. Yuda pergi tanpa kata, dan Rani pun memilih menjauh, meredam rasa sakit yang tak bisa diungkapkan.

Kini, dua tahun telah berlalu, dan kota ini seakan berubah. Tapi satu hal yang tak berubah adalah hujan. Hujan selalu membawa kembali kenangan yang terkubur, yang tak pernah bisa hilang.

Tiba-tiba, pintu warung kopi terbuka. Seorang lelaki masuk, basah kuyup oleh hujan. Matanya langsung bertemu dengan mata Rani. Itu Yuda. Wajahnya sedikit lebih dewasa, namun tetap sama. Perasaan yang pernah terpendam begitu lama kini muncul kembali, dengan intensitas yang sama.

Yuda berjalan mendekat. "Rani," sapanya dengan suara yang lembut.

Rani terdiam. Kata-kata seakan hilang di tenggorokan. Waktu seakan berhenti, dan hanya suara hujan yang terdengar.

"Maafkan aku," kata Yuda dengan tulus. "Aku tidak pernah berniat meninggalkanmu begitu saja. Aku... aku pergi karena aku pikir itu yang terbaik. Tapi aku salah."

Rani menunduk. Air mata mulai menggenang di matanya, namun ia menahannya. "Kenapa sekarang? Setelah semua waktu ini berlalu?"

Yuda menarik napas dalam-dalam. "Aku tidak pernah berhenti memikirkanmu, Rani. Aku datang kembali karena aku sadar, hujan yang tak pernah berhenti ini adalah tanda bahwa aku belum bisa melupakanmu."

Rani menggigit bibirnya, bingung dengan perasaannya sendiri. Hujan di luar semakin deras, seperti hati yang penuh dengan kenangan. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi bibirnya terkunci.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun