TEORI JOHN RAWLS : INDONESIA DILANDA KRISIS KEADILAN DAN PENEGAKAN HUKUMÂ
Oleh: Roghibatur Zahroul A'ini
"Teori keadilan mencakup prinsip kebebasan setara, di mana setiap individu memiliki hak yang sama pada kebebasan dasar yang berlaku"Â (John Rawls)
Indonesia merupakan negara hukum, sehingga dengan adanya tatanan hukum maka sebagai warga negara Indonesia yang perlu kita lakukan adalah menegakkan hukum tersebut. Hal itu sesuai dengan pengertian hukum itu sendiri, yaitu suatu sistem yang didalamnya terdapat norma-norma dan sanksi yang bertujuan untuk mengendalikan perilaku manusia, menjaga ketertiban dan keadilan serta mencegah terjadinya kekacauan.
Saat ini Indonesia sedang mengalami krisis penegakan hukum. Hal ini terjadi karena pada masa sekarang, hukum dijadikan sebagai alat kekuasaan untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan para penguasa negara dan tidak diorientasikan sebagaimana seharusnya yakni mewujudkan tujuan dari penegakan hukum itu sendiri. Selain itu juga dikarenakan elemen penting dalam proses penegakan hukum yaitu aparat penegak hukum, sering kali terlibat dalam berbagai macam kasus pidana terutama kasus korupsi sehingga hukum tidak dapat ditegakkan apabila tidak ada penegak hukum yang berkredibilitas, berkompeten dan independen. Dengan menggunakan teori keadilan dari filsuf terkemuka John Rawls, kita bisa menggali lebih dalam tentang bagaimana prinsip-prinsip keadilan yang dapat diterapkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki kondisi saat ini.
John Rawls, dalam bukunya yang berjudul "A Theory of Justice", mengemukakan beberapa poin-poin serta dua prinsip keadilan yang harus menjadi dasar struktur sosial dan hukum. Poin pertama, yaitu posisi asli dan tabir ketidaktahuan, dalam hal ini Rawls memperkenalkan konsep posisi asli di mana individu membuat keputusan tentang prinsip keadilan tanpa mengetahui posisi mereka di masyarakat, sehingga menghasilkan prinsip yang adil bagi semua. Poin kedua, yaitu dua prinsip keadilan, yakni prinsip pertama,  menekankan pentingnya kesamaan hak dasar bagi setiap individu, sementara prinsip kedua, yang dikenal sebagai prinsip perbedaan, mengizinkan ketidaksetaraan sosial dan ekonomi hanya jika ketidaksetaraan tersebut menguntungkan anggota masyarakat yang paling tidak beruntung. Yang terakhir  poin ketiga, yaitu keadilan sebagai fairness, yang mana Rawls menggambarkan keadilan sebagai fairness dan menekankan pentingnya prinsip-prinsip keadilan yang dirancang untuk memastikan kerja sama sosial yang adil antara warga negara yang bebas dan setara. Dalam dua prinsip tersebut, Rawls menekankan perlunya mengurangi ketidaksetaraan ekonomi dan sosial dengan memperhatikan kesejahteraan orang-orang yang paling lemah dalam masyarakat dan memiliki hak kebebasan yang setara dengan kebebasan untuk semua (liberty for all).
Dalam konteks Indonesia, kita sering melihat pelanggaran terhadap kesamaan hak dasar. Salah satunya bisa kita lihat dengan adanya diskriminasi dalam penegakan hukum. Hal itu terlihat dengan perbedaan cara aparat penegak hukum memberikan sanksi kepada seseorang yang melihat bidang ekonomi maupun kekuasaan seseorang tersebut. Bahkan masalah diskriminasi dalam penegakan hukum sampai memunculkan stigma "hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah". Selain itu, juga ada berbagai masalah termasuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM), ketidaksetaraan akses terhadap keadilan, dan ketidakpercayaan terhadap sistem hukum.
Di samping itu, penegakan hukum yang tidak konsisten dan sering kali, bisa menjadi indikator lain dari krisis keadilan di Indonesia. Salah satunya adalah contoh dari kasus nenek Minah yang divonis bersalah karena mencuri tiga buah kakao milik PT Rumpun Sari Antan, yang menimbulkan banyak pertanyaan tentang keadilan dan kesetaraan dalam penegakan hukum. Hal ini dalam penerapan prinsip "veil of ignorance" yang dikemukakan oleh Rawls, maka keputusan hukumnya haruslah dibuat tanpa mempertimbangkan status sosial atau kekayaan individu, dan seharusnya lebih berfokus pada prinsip keadilan dan kesetaraan untuk semua orang, tanpa memandang latar belakang mereka. Ini menunjukkan pentingnya penerapan prinsip ini untuk mencapai penegakan hukum yang konsisten dan adil.
Selain itu juga semakin maraknya terjadi korupsi. Hal ini terjadi dikarenakan adanya ketidaksetaraan ekonomi yang dapat menciptakan ketidakpuasan dan ketidakadilan, serta akses keadilan yang tidak merata bagi seluruh warga negara, seperti tidak meratanya bantuan uang (bansos) yang tidak sampai ketangan yang seharusnya. Sehingga menciptakan kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin, serta antara pejabat pemerintah dan rakyat biasa juga bisa mengurangi kepercayaan publik terhadap institusi dan proses hukum, yang pada gilirannya dapat menurunkan biaya sosial dari korupsi, sehingga membuatnya lebih menarik bagi mereka yang ingin men  dapatkan keuntungan secara tidak sah.
Menurut Travis Hirschi berpendapat bahwa penegakan hukum adalah bentuk kontrol sosial yang dibangun masyarakat untuk memastikan orang-orang patuh pada norma-norma dan nilai-nilai sosial yang diakui secara luas. Oleh karena itu, dari masa ke masa, Â hukum cenderung digunakan sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan oleh penguasa negara. Pada masa kolonialisme hukum dijadikan alat untuk menjajah warga pribumi. Pada masa Presiden Soekarno hukum dijadikan sebagai alat revolusi. Pada masa pemerintah Presiden Soeharto hukum dijadikan sebagai alat pembangunan, dan pada masa reformasi sampai sekarang hukum dijadikan sebagai alat kekuasaan (politik). Hal ini yang menjadi salah satu faktor penyebab "sakitnya" penegakkan hukum di Indonesia. Hukum tidak diorientasikan untuk mewujudkan keadilan, namun dijadikan alat untuk mencapai tujuan oleh para penguasa Negara.
Oleh karena itu, sangat penting menerapkan teori keadilan yang dikemukakan oleh Rawls untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan merata. Sehingga terciptalah reformasi sistemik yang berlandaskan pada keadilan sebagai keadilan.