Mohon tunggu...
Zahra
Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan kepenulisan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Awas! Jangan Menjadi Orang Tua yang Durhaka

23 Mei 2024   17:47 Diperbarui: 23 Mei 2024   18:04 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tidak menaati orang tua adalah dosa besar. Topik ini telah menjadi tema utama dalam banyak khotbah Jumat, tarawih, ibadah subuh, dan lain-lain. Padahal, topik tersebut bertolak belakang dengan kenyataan saat ini bahwa banyak anak yang tidak menaati orang tuanya. Namun, segala sesuatu pasti ada penyebabnya. Terkait dengan sikap durhaka anak terhadap orang tuanya, salah satu penyebab utamanya adalah sikap durhaka orang tua terhadap anaknya itu sendiri.

Dalam hadits Rasulullah SAW. diriwayatkan Al-Baihaqi, "Keridhaan Allah terletak pada keridhaan orang tua dan kemurkaan Allah terletak pada kemurkaan orang tua." Hadits ini menjelaskan tentang kedudukan orang tua yang mulia dan agung dalam Islam. Namun, sebagian orang tua terkadang salah memahami hadist tersebut sehingga apapun yang terjadi, anak harus taat kepada orang tuanya, meskipun anak berusaha menerapkan hukum syariah dan orang tua tidak pada posisi yang tepat, anak tetap harus taat kepada orang tua.

Ini jelas merupakan kesalahpahaman. Islam mengajarkan cara hidup yang global dan komprehensif, bahkan dalam hal ini. Islam tidak ingin umat Islam hanya sekedar menuntut hak  tanpa menjalankan kewajiban. Dalam hal ini, orang tua selain mendapat keistimewaan dari Allah Ta'ala berupa kemuliaan dan keagungan kedudukannya, orang tua juga mempunyai kewajiban yang besar yaitu mendidik, melindungi dan membimbing anaknya sesuai syariat-Nya.

Nabi Muhammad SAW bersabda: "Suami dalam keluarganya adalah kepala dan dialah yang bertanggung jawab atas hal itu. Perempuan adalah kepala rumah tangga bagi suami dan  anak-anaknya dan dialah yang bertanggung jawab" (HR. Bukhari).

Baik tidaknya anak sangat bergantung pada peran orang tua. Dalam sabda Nabi yang lain dijelaskan : "Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah (Islam), maka orang tuanya yang akan menjadikannya seorang Yahudi dan Nasrani" (HR. Abu Dawud).

Dari sini secara implisit dapat ditegaskan bahwa unsur pembangkangan bisa muncul karena pola asuh yang buruk. Lalu langkah apa yang harus dilakukan orang tua agar tidak dicap sebagai orang tua yang tidak memenuhi kewajibannya?

  • Pendidikan agama : Semua orang mengetahui bahwa pendidikan agama merupakan sarana penting untuk mendidik manusia yang berakhlak mulia. Namun, masih banyak orang tua yang belum menyadari masalah ini. Dalam memilih tempat menuntut ilmu, banyak orang tua yang lebih memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah bergengsi dan kebarat-baratan, yang cenderung mengesampingkan pendidikan agama. Alasan untuk bekerja di masa depan masih menjadi alasan klasik bagi orang tua tipe ini. Namun, mengingat fakta yang ada, muncul alasan baru untuk mengecualikan pendidikan agama. Yang paling umum adalah orang tua tidak ingin anaknya terlalu fanatik terhadap agama sehingga berujung pada tindakan terorisme. Gagasan bahwa "Semakin religius, semakin besar kemungkinan Anda menjadi teroris" sepertinya sudah mendarah daging di benak semua orang saat ini, kecuali Mereka yang diridhoi Allah Ta'ala.
  • Lingkungan Hidup : Tidak dapat dipungkiri, baik buruknya lingkungan menjadi faktor yang menentukan tingkat keimanan seseorang. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk mencarikan dan membimbing anaknya menuju lingkungan yang baik. Terutama lingkungan di rumah dan di sekolah.
  • Contoh yang Baik : Orang tua harus menjadi panutan, kapan pun dan di mana pun bagi anak-anaknya. Hal ini menjadi tidak bisa dinegosiasikan. Namun kenyataannya, banyak orang tua yang tidak berhasil dalam hal ini. Contoh sederhananya : Orang tua menyuruh anaknya mandi padahal Mereka sendiri belum melakukannya karena berbagai alasan, misalnya karena masih sibuk. Hal ini jelas menimbulkan citra negatif bagi anak. Orang tua tampak tidak konsisten antara perintah dan perilaku. Mungkin hal ini juga berlaku pada anak-anak di tahun 1900-an. Namun, karena anak-anak zaman sekarang cenderung kritis dan argumentatif, tampaknya perilaku orang tua yang tidak konsisten ini perlu dihilangkan. Idealnya, orang tua harus tetap menjadi panutan, berapa pun usia anak. Dalam beberapa kasus, anak harus bertindak sempurna sedangkan orang tua hanya berperan sebagai komentator. Ketika seorang anak melakukan kesalahan, tidak jarang orang tua melontarkan komentar yang tidak membangun. Terlepas dari kondisi orang tua yang bukan lulusan madrasah atau pesantren, beban memberi keteladanan tidak hilang.

Itulah beberapa hak yang harus dihormati orang tua terhadap anak-anaknya. Pahala yang besar bagi orang tua juga diimbangi dengan perjuangannya dalam mendidik anaknya hingga membentuk generasi yang Islami dan berbudi luhur. Jika tidak, sangat dikhawatirkan orang tua tersebut akan menjadi orang tua yang durhaka. Semoga saja hal ini tidak terjadi pada Kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun